Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kasidi Nomor 143 - Nasib dan Takdir Memang Telah Ditentukan

9 Juni 2018   12:48 Diperbarui: 9 Juni 2018   12:50 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.meetingplace.church

Hari ini benar melelahkan gumam Kasidi. Bukan mengeluh tetapi hanya sekedar menyatakan bagaimana hari ini dirasakan. Melelahkan memang tetapi tidak terlalu. Meletihkan memang tetapi tidak benar-benar terlalu meletihkan. Lelah dan letih ya, tetapi lelah dan letih biasa, yang dengan sedikit istirahat, keduanya akan segera hilang.

Hanya saja walau lelah badan dan lelah jiwa ini tidak terlalu tetapi keduanya sepertinya menyatu. Menyatu dengan erat. Penyebabnya sederhana, karena Kasidi membayangkan bagaimana situasinya tatkala Tuhan yang ada di Yerusalem tahu persis nasib dan takdir apa yang akan segera menimpanya. Dia sedih, Dia gentar, Dia lelah raga dan jiwa, tetapi karena semua sudah digariskan maka yang dapat dilakukan adalah menjalani semuanya dengan ketaatan total. Tidak penting apa yang Dia rasakan dan alami, yang penting kehendak BapaNya terlaksana. Jadi, juga tidak penting apa yang dirasakan dan dialami Kasidi, yang penting adalah semua kejadian selaras dengan kehendakNya. Tidak ada yang lain. Hanya itu yang penting, hanya itu yang paling penting.

Berkaca pada apa yang dirasakan saat ini, Kasidi teringat pada sejumlah diskusi sengit yang membincangkan masalah 'nasib dan takdir'. Kasidi amat sangat yakin bahwa 'nasib dan takdir' masing-masing manusia, termasuk Kasidi sendiri, tentunya sudah sejak lama diketahui oleh Allah yang Mahatahu, dan apa yang diketahui Allah ini tentu benar adanya dan sedikit pun tidak akan melenceng atau berubah. Karena sudah tahu persis dan apa yang diketahui tidak mungkin salah dan idak mungkin berubah, kecuali Allah sendiri menghendaki demikian, maka simpulan logisnya semua sepertinya telah ditentukan.

Apakah ini sama dengan konsep predestinasi atau fatalisme, Kasidi tidak tahu persis, tetapi yang jelas manusia sama sekali tidak tahu apa yang telah diketahui Allah dan dan tidak tahu persis apa yang telah ditentukan oleh Allah. Maka dari itu, walau telah diketahui dan berarti telah ditetapkan, adalah sudah sepantasnya jika setiap individu berusaha sebaik dan sebisa mungkin melakukan apa yang perlu dan bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Bagaimana seandainya karena mengetahui bahwa semua telah diketahui Allah dan karenanya sepertinya telah ditetapkan sepenuhnya, lalu seseorang berpendapat lalu untuk apa kita melakukan sesuatu, kan bagus diam saja, toh semuanya telah diketahui dan ditetapkan oleh Allah? Orang yang berpendapat begini tentu saja boleh dan tidak dilarang, tetapi jelas sekali orang ini bukan saja sok tahu tetapi juga bodoh.

Sok tahu karena dia seakan-akan mengetahui apa yang diketahui Allah atau apa yang telah ditetapkan Allah. Dia tidak tahu apa-apa tentang itu. Yang diketahuinya hanyalah apa yang telah ditetapkan dan telah terjadi, apa yang ditentukan dan telah dinyatakan. Sedangkan yang berikutnya tentu saja orang ini tidak tahu apa-apa, kecuali mencoba menebak atau menerka belaka. Maka dari itu jika tetap nekad berpendapat untuk apa berusaha jika semua sudah diketahui dan ditetapkan oleh Allah, pendapatnya jelas salah karena ini pendapat yang sok tahu. Orang yang sok tahu, apalagi sok tahu tentang Allah ya sudah pasti salah.

Bodoh, karena memang hanya orang bodoh yang akan tetap ngotot bahwa dirinya mempunyai kehendak bebas, sehingga bisa melakukan apa saja dan bebas memilih. Pada titik tertentu pendapat tentang kehendak bebas seakan-akan benar. 

Manusia sepertinya benar mempunyai kehendak bebas untuk melakukan pilihan, tetapi kehendak bebas ini jelas-jelas kehendak bebas yang sama sekali tidak bebas. Banyakkah orang yang sadar benar bahwa yang dimaksud kehendak bebas pada dirinya adalah kehendak bebas yang tidak bebas? Lalu untuk apa disebut kehendak bebas jika sebenarnya ya tidak bebas? Tidak ada kehendak bebas karena semuanya dibingkai dan harus tunduk pada kehendak Allah yang Mahakuasa dan Mahamenetapkan.

Hal semacam ini sebenarnya bukan masalah besar bagi orang yang rendah hati dan murah hati, karena bagi mereka hidup yang ditentukan oleh Allah adalah hidup yang oke, hidup yang menyenangkan, hidup yang menggembirakan, meskipun dalam tampilan lahirnya mungkin sama sekali tidak menggembirakan dan menyenangkan karena dipenuhi oleh penderitaan dan penghinaan. Setiap penderitaan dan penghinaan yang dialami karena kehendak Allah adalah sebuah karunia tiada tara yang menyenangkan dan menggembirakan.       

Membaca kalimat yang terakhir ini Kasidi tersenyum tipis, bukan karena tidak paham dan tidak total percaya, melainkan karena memang hanya senyum tipis yang bisa dikeluarkan saat ini, sedangkan senyum lebar akan ditampilkan manakala tiba masanya berhadapan dengan Tuhan sendiri. 

Kalau Tuhan sendiri saja, yang menjadi penguasa langit dan bumi, telah ditentukan nasib dan takdirNya oleh BapaNya, lalu mengapa Kasidi yang hanya orang lemah dan berdosa tidak mau menerima nasib dan takdirnya? Hehehe ... Kasidi berusaha keras untuk 'tidak sok tahu dan bodoh'. Kasidi no. 143 - 087853451949 -- SDA01042018 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun