Mohon tunggu...
Trian Ferianto
Trian Ferianto Mohon Tunggu... Auditor - Blogger

Menulis untuk Bahagia. Penikmat buku, kopi, dan kehidupan. Senang hidup nomaden: saat ini sudah tinggal di 7 kota, merapah di 5 negara. Biasanya lari dan bersepeda. Running my blog at pinterim.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mempertanyakan Gagasan Work From Destination (WFD)

7 Januari 2021   10:53 Diperbarui: 7 Januari 2021   19:33 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambaran WFD | dokpri

Tancap gas setelah dilantik pada Rabu (23/12), Menteri Ekonomi Kreatif dan Pariwisata Sandiaga S. Uno menggulirkan konsep Work From Destination (WFD). Hal ini seperti disampaikannya saat webinar Economic Outlook KAHMIPreneur 2021, Ahad (3/1),

 "Orang nanti bisa work from destination, dari Jakarta, Bandung, bisa kerja di Yogyakarta, Bali," 

Konsep ini diutarakan menyambut upaya kementeriannya mengembangkan potensi-potensi wisata baru selama masa pandemi.

Konsep work from destination ini pastilah terinspirasi dengan tren baru yang muncul juga di masa pandemi, yakni work from home (WFH). Konsep WFH dilaksanakan dengan cara menyelesaikan semua urusan pekerjaan cukup dari rumah saja. Tujuannya adalah menghindari pergerakan manusia yang berpotensi membuat kerumunan dan tidak dapat maksimal menerapkan protokol kesehatan. Alasan paling utamanya adalah agar orang tidak perlu kemana-mana jika tidak mendesak, bahkan untuk urusan pekerjaan yang dianggap salah satu kegiatan paling penting manusia modern.

Jadi, work from home titik tekannya adalah tidak perlu kemana-mana alias di rumah saja. Maka saat konsep work from destination digulirkan, ini seperti sesat pikir melihat fenomena pandemi dan kegagapan memahami apa sebenarnya yang harus dilakukan untuk menghadapi pandemi COVID-19.

Apalagi, kemarin (6/1) tiga hari setelah konsep WFD itu digulirkan, Indonesia memecahkan rekor kembali untuk banyaknya angka infeksi baru dalam rentang satu hari, yakni 8.854. Angka ini tertinggi sejak pertama kali terdeteksi Covid-19 di Indonesia 2 maret tahun lalu. Sebagaimana kita ketahui bersama, salah satu penyumbang membengkaknya angka ini adalah libur panjang akhir tahun yang mendorong pergerakan masyarakat besar-besaran yang sudah menahan pulang kampung sejak lebaran tahun lalu.

Maka, saat konsep WFD ini digulirkan, masyarakat dapat melihat bagaimana sebenarnya prioritas pemerintah menghadapi pandemi ini dan sejauh mana mata pandang orang-orang di pemerintahan melihatnya. Sebab ada ketidak sinkronan antara menteri urusan satu dengan urusan lainnya.

Kemarin misalnya, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, yang juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dengan tiba-tiba mengumumkan rencana PSBB di Jawa dan Bali terhitung mulai 11 Januari hingga 25 Januari 2021. Menurut Airlangga, langkah ini perlu diambil kembali oleh pemerintah dalam rangka menekan laju penyebaran Covid-19. Langka ini terhitung tiba-tiba karena banyak tidak terprediksi kaum industri, hal ini tercermin dari turunnya IHSG sebagai respon atas kebijakan tersebut.

Kita semua ketahui, rekomendasi utama WHO yang harus dilakukan oleh pengambil kebijakan dalam rangka menanggulangi Covid-19 adalah Testing, Tracing, Treatment sembari terus mengimbau dan memperketat kedisiplinan masyarakat terkait 3M: mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker. Namun hingga kini, angka testing Indonesia masih teritung rendah dibanding rekomendasi WHO. Pelaksanaan tracing pun kita saksikan sendiri belum dilakukan secara serius oleh pihak aparat kesehatan. Pemerintah hingga kini belum memiliki media informasi yang yang memungkinkan melacak orang-orang yang pernah berinteraksi dengan pasien positif COVID. Hingga kini, masyarakat masih buta akan informasi siapa saja yang positif hari itu sehingga mengeliminasi kemungkinan partisipasi masyarakat untuk melaporkan dirinya sendiri jika mengetahui pernah berinteraksi dengan pasien positif.

Orang yang sudah terdeteksi reaktif swab antigen, bahkan positif Covid-19 pun, masih memungkinkan berkeliaran dan tidak ada pengawasan ketat yang dilakukan agar mereka benar-benar disiplin menjalani isolasi mandiri di saat fasilitas karantina semakin terbatas saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun