Mohon tunggu...
NurSalim ZA Lahasina
NurSalim ZA Lahasina Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki fakir ilmu

minat dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masih Mau Anggap Urusan Agraria Tidak Penting?

30 April 2020   10:29 Diperbarui: 30 April 2020   14:27 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi AZMAN ASGAR

Kita sepakati saja bahwa hal lain yang mengancam di tengah Covid-19 adalah masalah ketersediaan pangan dan peperangan, Malthus menyebutnya tiga bersaudara, Pandemi, Pangan dan Perang. Tidak ada jaminan kepastian kapan pandemi ini akan berakhir, semua hanya sebatas prediksi, kecuali vaksin Covid-19 itu sudah benar-benar layak diaplikasikan ke manusia, tapi itu belum bisa tersedia 2-3 bulan kedepan, kemungkinan besar di tahun berikutnya.

Sore tadi saya berkesempatan mengikuti diskusi webiner yang mengangkat persoalan Covid-19 dan tenaga kerja di perusahaan raksasa PT.IMIP Morowali. Selain mendiskusikan persoalan tekhnis terkait ancaman dan kesiapan Pemda setempat dalam melindungi para pekerja dari penularan Covid-19, lingkungan dan ketersediaan pangan juga terselip dalam percakapan kami.

Salah seorang peserta diskusi memberi semacam diktum, begini bunyinya "Tim medis adalah garda terdepan, sementara petani adalah benteng pertahanan".

Saya sangat sependapat dengan kalimat itu, selain garda depan, kita memang butuh benteng pertahanan hadapi pandemi Covid-19. Ibarat di sepak bola, soliditas penyerang dan pertahanan menjadi kunci kuatnya sebuah tim.

Jujur saja, ada banyak aib negara yang dipertontonkan saat pendemi Covid-19 ini mulai menyebar, mulai dari buruknya kordinasi, tumpang tindih kebijakan, fasilitas kesehatan yang buruk dsb.

Setelah kita sibuk bicara soal garda depan, kini kita mulai sibuk benahi pertahanan yang mulai rapuh. Terbukti, istana baru saja menginstruksikan kepada semua BUMN untuk membantu mempercepat percetakan sawah baru. Ini tidak main-main, signal dari Food and Agriculture Organization (FAO) tentang ancaman krisis pangan bisa terjadi di tengah ketidak pastian kapan cerita Covid-19 ini akan berakhir.

Jika merujuk data yang di rilis oleh pemerintah, ada 7 Provinsi yang defisit beras, 11 Provinsi defisit Jagung, 23 Provinsi defisit cabai dan 22 Provinsi defisit gula pasir di situasi pandemi, belum lagi gelombang PHK terus meningkat tajam. Jika kondisi ini terus memburuk, bukan tidak mungkin potensi kerusuhan juga terbuka lebar ketika stok pangan kita sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Dalam skala global, banyak fakta yang menjelaskan bahwa urusan pangan bisa menimbulkan perang paling mematikan.

Kalau kita menoleh kebelakang dalam melihat problem pangan yang terjadi, data dari pusat penelitian kedaulatan pertanian (PAKTA) Universitas Gadja Mada juga penting menjadi alasan mengapa pemerintah begitu cemas, jika merujuk pada data ATR/BPN 2018, angka alih fungsi lahan kita begitu signifikan dari 7,75 juta ha (2013) menjadi 7,1 juta ha (2018), Indonesia mengalami defisit lahan produktif sekitar 60 ribu ha pertahunnya. Jika demikian berarti ada sekitar 350 ribu ha sawah yang hilang dalam lima tahun terakhir, ini benar-benar masalah serius dalam urusan pangan kita.

Kalau kita pakai hitungan 5 ton hasil produksi per hektarnya, berarti ada sekitar 300-350 ton produksi kita yang hilang setiap masa panen, ini belum terhitung dengan ancaman lain seperti Organisme Pengganggu Tanaman (OTG) yang bisa menyerang tanaman pada masa tanam maupun jelang masa panen.

Masifnya alih fungsi lahan karena investasi yang ugal-ugalan harus berani kita akui sebagai aib di negara ini, tak perlu malu mengatakannya sebagai bahan evaluasi bersama, utamanya para pemangku kebijakan.
Kita seperti menutupi kebenaran lalu bersembunyi di balik kalimat hiperbolik "investasi itu penting".

Covid-19 ini memaksa negara harus membuka aibnya dalam soal Agraria, pandemi ini harus menjadi titik balik bagi pemerintah untuk lebih serius mengurusi sektor pertanian. Pandemi ini membuat kita harus mengecek kembali seperti apa "jalan lurus" Reforma Agraria, sebab di situ letak utama program dasar pembangunan ekonomi kita di masa mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun