Mohon tunggu...
dabPigol
dabPigol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nama Panggilan

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wage, Desa Pinggiran Surabaya yang Berkembang Pesat Pasca Bencana Lumpur Lapindo (1)

29 Januari 2019   08:36 Diperbarui: 29 Januari 2019   08:43 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempatan Pasar Wage. Dokpri

Desa Wage di Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur boleh jadi kurang dikenal sebelum terjadinya bencana lumpur panas Lapindo 2006. Sebagian diantara korban bencana yang belum selesai penanganannya meski telah dioperasionalkan sebuah badan khusus (BPLS) memilih hijrah ke arah Barat Daya di sekitar Kecamatan Taman dan Sukodono. 

Suatu wilayah  tak jauh dari Kota Surabaya, sekira lima kilometer dari batas Selatan, Embong Bunder. Dan Desa Wage adalah satu diantaranya menjadi pilihan atau tujuan kepindahan warga Kecamatan Porong, Desa Renokenongo dan sekitarnya. Wilayah terparah dari bencana semburan lumpur terbesar sepanjang sejarah republik ini. 

Menurut cerita seorang kasepuhan desa dan pensiunan guru SDN Wage 1, Bapak Alim Sudjono almarhum, pada dasawarsa 1960-an, Desa Wage adalah wilayah perlintasan yang tergolong sepi. Sebagai ilustrasi, wilayah di sisi Barat yang berbatasan dengan Desa Kedungturi atau Selatan yang bersebelahan dengan Bohar masih banyak lahan tidur berupa padang ilalang (ara-ara) yang disebut grumbul atau deretan rumpun bambu.

Sementara di sisi Timur yang berbatasan dengan Desa Bangah mulai ramai dengan hunian para pendatang baik dari wilayah sekitar maupun luar kota atau lain provinsi. Kondisi yang tidak begitu berbeda ada di sisi Utara yang berbatasan dengan Desa Pepe Legi. 

Nama desa ini selalu dikaitkan dengan tokoh utama, pepunden atau pundhen, Ratu Ayu yang  membuka lahan atau babat alas. Kemudian sang Ratu  diabadikan menjadi satu nama jalan utama dan sebuah makam keramat. 

Dari pundhen inilah muncul nama desa yang mengambil satu hari pasaran dalam kalender Jawa. Yakni Paing, Pon, Wage, Legi dan Kliwon. Pemilihan nama desa Wage konon berhubungan dengan legenda penetapan batas desa yang dilakukan pundhen di hari pasaran itu. Jadilah satu wilayah yang kini bernama Desa Wage.

Gambar peta: Wage Bersatu via Google Maps.
Gambar peta: Wage Bersatu via Google Maps.
Tumbuh sebagai daerah penyangga kota Surabaya bersama desa-desa sekitarnya: Bangah, Bohar dan Kedungturi yang menjadi wilayah administratif Kecamatan Taman , Desa Wage kian berkembang dari waktu ke waktu. Beberapa faktor yang sering disebut sebagai penyebab perkembangan itu adalah keberadaan pabrik besar besi/ baja PT. IspatIndo di Kedungturi dan Maspion I di Sawo Tratap. 

Faktor lain adalah pembangunan Terminal Bus Purabaya yang lebih dikenal dengan nama Terminal Bus Bungurasih di Kecamatan Waru. Pengembangan Bandara Internasional Juanda di Kecamatan Sedati  juga berkontribusi besar dalam meningkatkan daya dukung pengembangan daerah-daerah penyangga ibukota Provinsi Jawa Timur itu mengarah ke Selatan. 

***

Pada pertengahan tahun dua ribu, suasana jalan utama Desa Wage dari arah Sawotratap yang juga dikenal dengan sebutan putaran Aloha atau Maspion I ke arah Desa Kedungturi dan Geluran di Kecamatan Taman. Atau ke arah Desa Suko di Kecamatan Sukodono masih nampak normal. 

Ruas jalan yang menyambung dari Sawotratap dan Pangeran Aryo Bebangah adalah Jalan Taruna. Kini, jalan yang berbatas jembatan layang di atas jalan tol Surabaya - Malang / Gempol itu sangat padat menyerupai kepadatan jalan-jalan utama di Ibukota Jakarta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun