Jelang penutupan pesta olahraga terakbar di benua Asia, Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang, Indonesia. Di tengah suasana eforia masyarakat awam yang larut dalam "lompatan prestasi" dan beragam kejadian fenomenal di seputar arena, Kemenpora selaku pemegang otoritas olahraga nasional merilis Piramida Atlet.Â
Membawa negara ke puncak prestasi dunia olahraga internasional bukan hanya soal memberikan suntikan dana dan fasilitas. Perlu proses panjang membangun kultur masyarakat yang berolahraga. Piramida pembinaan prestasi adalah kunci lahirnya atlet- atlet elit yang bermula dari masyarakat umum. Â
Keterangan atau narasi di pojok kanan atas infografis Piramida Atlet itu sedikit banyak merupakan upaya bela diri Pemerintah, khususnya Kemenpora, yang selama ini dituding hanya berperan sebagai pemetik hasil pembinaan olahraga yang dilakukan oleh cabang- cabang olahraga di daerah yang "berdarah-darah" itu.
*****
Dalam infografis di atas, diasumsikan bahwa jika dalam  85% warga masyarakat Indonesia yang berolahraga, hanya 5% di antaranya yang akan menjadi atlet elit profesional dengan prestasi internasional. Faktor selektifnya sekitar 80%, itupun baru menghitung kondisi internal Indonesia. Belum mempertimbangkan faktor kompetitif dari masyarakat internasional.Â
Untuk tingkat Asia, dari capaian prestasi di ajang Asian Games 2018 lalu, pesaing terdekat Indonesia bukan lagi China yang telah berada di level dunia. Bukan pula Jepang dan Korea Selatan yang telah memiliki dasar budaya olahraga prestasi yang moderen. Tetapi India, Iran dan sejumlah negara pecahan Uni Sovyet serta pesaing tradisional Indonesia di level Asia Tenggara yaitu Thailand dan Malaysia. Mereka tak akan membiarkan Indonesia mengulang sukses Asian Games 2018 di ajang pesta olahraga dunia, Olimpiade 2020 di Jepang. Ini bisa kita buktikan di ajang antara SEA Games 2019 di Philipina.Â