Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Belajar dari Jari Jemari

8 November 2009   11:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:24 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini pernah saya publikasikan di situs lain dengan judul sama beberapa waktu yang lalu. Dalam konteks kekinian, saya merasa perlu menghadirkannya di sini tentu agar dapat dibaca, dinilai dan dikomentari para kompasianer. Semoga bermanfaat.

Biasanya, jari tangan manusia ada 5. Masing-masing punya nama dan kegunaan. Ibu jari atau jempol untuk berapresiasi. Menunjuk sesuatu yang baik, benar dan hebat serta memberi penghargaan bagi yang lebih tua, terhormat atau hal-hal terbaik saja. Sebagai ibunya semua jari, jempol merepresentasikan sifat-sifat keibuan.

Berikutnya adalah jari telunjuk. Gunanya menunjuk arah atau sesuatu yang perlu ditegaskan. Dalam keseharian kita, mungkin jari ini yang paling aktif bergerak. Apalagi jika si empunya adalah seorang pemimpin. Ia akan banyak memerintah dan melakukan hal-hal yang baik dengan bantuan jari ini. Di sisi lain, telunjuk lebih sering berfungsi sebagai hakim yang menentukan nasib seseorang itu benar atau salah. baik atau jahat dan seterusnya. Bahkan komedian Warkop pernah berseloroh bahwa hakim adalah orang yang menentukan hidup atau matinya orang lain. Singkat kata, telunjuk identik dengan (perbuatan) orang lain.

Jari tengah jarang digunakan secara terbuka. Apalagi diletakkan menghadap wajah pemiliknya. Perbuatan ini adalah penghinaan atau melecehkan orang yang ada di depannya. Jari tengah acapkali difungsikan sebagai alat untuk membersihkan kotoran hidung (ngupil) dan sejenisnya. Sedangkan jari manis berfungsi sebagai tempat meletakkan sesuatu yang berharga, penuh kenangan dan mengandung symbol-simbol romantisme. Terakhir adalah jari kecil atau kelingking. Meski jadi yang terakhir atau bungsu dan berukuran paling kecil, jari ini berfungsi ganda. Menjadi agen perdamaian sekaligus peperangan.

Dalam keseharian kita saat ini, jari-jari tangan kita seringkali dimanfaatkan secara terpisah. Jika diadakan pemeringkatan, mungkin jempol dan telunjuk akan menempati papan atas. Itupun masih ditambah dengan catatan: bagi orang lain. Lalu, apakah sisa jari kita akan dinonaktifkan ? Mengapa tidak kita satukan saja agar mendapat kekuatan yang lebih dari sendiri-sendiri?

Nasib bangsa kita dapat digambarkan seperti jari jemari tangan tadi. Sejarah membuktikan bahwa ketika orang-orang jempolan seperti Sukarno, Hatta dan Syahrir menggenggam simpati rakyat (kecil), Indonesia mampu memroklamasikan kemerdekaan bangsanya dari penjajahan. Banyak contoh lain memberi bukti bahwa jari jemari yang bersatu dalam gengaman akan menjadi lebih baik dan kuat dari pada sendiri-sendiri.

Mengapa kita sekarang cenderung menyendiri, menganggap lebih mampu dan kuat jika berfungsi sendiri ketimbang bersatu merapatkan barisan dan mengokohkan kebersamaan. Perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri adalah contoh kasus dominasi telunjuk serta jempol dibanding bersatunya jari jemari aparat penegak hukum dalam sebuah genggaman Indonesia yang adil dan sejahtera. Mungkin perlu ada ajakan, "mari belajar dari jari jemari".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun