Raja Namrud dan Negeri Mesir: Legenda dari Tepian Sungai Klawing
oleh: Toto Endargo
Di tanah Purbalingga, di antara lekuk sawah dan aliran Sungai Klawing yang jernih, orang-orang tua suka berkisah di bawah rindang pohon waru. Mereka bercerita tentang masa lalu, ketika daerah ini belum sunyi seperti sekarang. Ketika tanah di timur sungai ini masih dikenal dengan nama besar: Negeri Mesir, dan diperintah seorang penguasa yang cerdas dan gagah, yang lebih dikenal sebagai Raja Namrud.
Tragedi di Kadipaten Onje
Cerita ini dimulai jauh sebelum Negeri Mesir berdiri. Pada waktu itu, Onje adalah sebuah kadipaten penting di bawah kekuasaan Kerajaan Pajang. Adipati Onje II, yang bernama Raden Anyakrapati, menikah dengan seorang putri bangsawan dari Kadipaten Pasirluhur: Dewi Kelingwati. Pasirluhur sendiri sudah dikenal sebagai kadipaten besar yang disegani sejak jaman Demak.
Dari pernikahan itu lahirlah dua putri yang cantik dan lembut: Rara Kuningwati dan Rara Surtikanti, yang oleh orang-orang dipanggil Surti saja. Namun sejak kecil, Surti sudah tampak berbeda. Ia tidak suka berlama-lama di pendapa kadipaten, tidak suka ikut sang kakak belajar tata krama putri bangsawan. Ia lebih senang duduk di panggung pertunjukan wayang, menonton Ki Lebdakandhah, dalang langganan kadipaten, memainkan kisah Mahabharata. Kadang-kadang ia menyelip di antara para penabuh gamelan, ikut menyanyi tembang sinden kecil-kecilan. Raden Anyakrapati pun tidak mempermasalahkan tingkah putrinya itu.
Namun semua berubah ketika sebuah tragedi terjadi di Kadipaten Onje. Entah karena amarah, entah karena bisikan iri, Adipati Anyakrapati kehilangan akal sehat dan membunuh kedua istrinya. Termasuk ibunda Surti. Usianya baru enam tahun saat itu. Surti kecil hanya bisa menjerit menyaksikan darah ibunya tumpah di lantai pendapa. Sejak saat itu ia seakan kehilangan kedua orang tua. Ia makin lengket dengan Ki Lebdakandhah, yang menyayanginya seperti anak kandung.
Surti dan Perjalanan ke Tegal
Waktu berjalan. Surti tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik luar biasa. Senyumnya lembut, suaranya merdu, dan tutur katanya sopan meski ia lebih sering bergaul dengan para pengrawit dan dalang. Pada usia tujuh belas tahun, Ki Lebdakandhah mengajaknya ikut pentas wayang ke Kadipaten Tegal.
Di sanalah nasib Surti berubah lagi. Sang Adipati Tegal jatuh hati pada kecantikannya dan meminangnya di hadapan orang banyak. Surti meninggalkan Onje, menikah, dan menetap di Tegal. Dari pernikahan itu lahirlah seorang putra: Raden Nur Alim, cucu Adipati Onje II.