Tutur Cinatur: Perut Lelaki Itu Membesar di Malam Jumat Kliwon
Kisah Misteri Stadion Wasesa
Pada suatu masa yang kini hanya dikenang dari desas-desus warga tua, berdirilah sebuah stadion di sudut sunyi Purbalingga---Stadion Wasesa. Sebelum pasar Segamas menancapkan gemerlap beton dan gemuruh pedagang, stadion itu berdiri lengang, sepi, dan... wingit.
Malam di stadion terasa asing. Barisan pohon mlandingan tumbuh di tanggul tanah yang membentuk pagar alamiah, membingkai tanah lapang yang diabaikan cahaya. Konon, saat malam Jumat Kliwon tiba, dari balik kelam stadion itu muncul dhemit perayu, seorang wanita muda berwajah menawan namun bermata dalam---penuh nestapa dan maut.
Pak Pikat: Lelaki Pertama
Pada malam Jumat Kliwon di tahun 1970/80-an itu, Pak Pikat, lelaki 29 tahun dari dusun Planjan, keluar rumah tanpa alasan pasti. Langit bersih, bulan sabit menggantung seperti mata kucing menanti mangsa. Entah angin apa yang mendorong langkahnya ke Stadion Wasesa.
Di pintu masuk stadion, dia melihat kelebat perempuan. Seketika, seperti digerakkan oleh kekuatan asing, dia menyeberang dan masuk ke stadion. Perempuan itu berdiri, menanti, dengan kebaya ketat dan kain batik halus, rambut terurai, harum kembang kamboja menguar dari tubuhnya. Wajahnya cantik, nyaris tanpa cela. Matanya... tak berkedip.
"Gratis saja malam ini," bisiknya dalam benak Pak Pikat, entah darimana suara itu datang.
Mereka masuk lebih dalam. Rumput basah, angin mati. Tak ada suara kecuali desir pakaian dan desah singkat. Tak sampai satu jam, segalanya selesai. Dan ketika Pak Pikat membuka mata, wanita itu menghilang. Bukan lari. Bukan pergi. Tapi menghilang, seperti asap disedot ke udara.
Pak Pikat pulang tergesa, tubuhnya dingin, hati tak karuan. Semalam ia tak tidur, dan esok paginya, perutnya mulai membesar. Dalam dua jam, tubuhnya berubah. Dari seorang lelaki tegap menjadi sosok menyerupai wanita hamil tujuh bulan. Bahkan... ada gerakan dari dalam perutnya.