Aroma khas kertas di setiap helai halaman buku bukan monopoli generasi terdahulu ketika gadget belumlah menjadi bagian penting kehidupan. Generasi yang hidup di tahun 80 an atau 90 an pasti menikmati bacaan dari buku phisik yang wujudnya dapat di pegang, di sentuh dan di baca kapan pun tanpa takut kuota internet kehabisan. Di tengah kerisauan karena minimnya minat baca di negeri ini yang berada di urutan 60 dari 61 negara berdasar studi Most Littered Nation in the World tahun 2016.
Selalu ada hikmah di setiap peristiwa, generasi Z yang sepanjang hidupnya selalu berdekatan dengan teknologi, gawai sebagai teman kesehariannya namun untuk gerakan membaca di buku konvensional mereka pun masih mencintainya.Â
Adalah gerakan Gerakan Literasi Sekolah di provinsi Jawa Barat yang memberikan tantangan bagi generasi Z untuk membaca minimal 24 buku dalam 10 bulan. Bukan melulu membaca tapi mereka pun harus mereview buku yang di bacanya.
Adalah program West Java Leader's Reading Challenge yang memberikan tantangan agar generasi Z yang rerata berada di bangku Sekolah Dasar, SMP hingga jenjang SMA untuk bergiat di dunia literasi.Â
Beruntung penulis sempat bertemu dengan remaja puteri generasi Z yang baru saja merampungkan program WJLRC, dia adalah seorang siswi SMPN Pancalang Kabupaten Kuningan, dara manis berjilbab ini mengisahkan saat ia harus berjibaku membagi waktu antara membaca untuk memenuhi target selama 10 bulan dan juga mengikuti pelajaran di sekolah.
Menerima Tantangan Program WJLRC Dan Semakin Mencintai Dunia Literasi
Awal bulan Desember 2017 Â penulis bertemu untuk ngobrol ngobrol dengan siswi kelas 9 ini, puteri dari pasangan Bapak Jodi dan Ibu Lis yang baru baru ini menorehkan prestasi dengan menuntaskan program unggulan yang merupakan kerjasama pemerintah Jawa Barat dengan pemerintah Australia Selatan.Â
Bukan hal yang gampang untuk bisa tuntaskan tantangan membaca West Java Leader's Reading Challenge karena di antara waktu belajar harus pula membaca belasan buku dan juga mereviewnya, tantangan lain adalah ada beberapa teman sebayanya acap kali terlihat sinis dengan keseharian Kharentia yang tak bisa di lepaskan untuk membaca buku.
Namun segala tantangan tersebut bisa di atasi, menurut Kharentia yang sering di panggil Karen bahwa sebenarnya tantangan terbesar adalah menaklukan diri sendiri, mengatasi rasa malas membaca adalah hal yang terus di lakukan, salah satunya dengan membatasi untuk menonton televisi dan mencoba fokus dengan bacaan.
Beruntung ia mempunyai dua teman yang juga sama sama mengikuti program WJLRC sehingga ada teman saling berbagi dan uniknya meski bersaing dengan kedua temannya tapi soal informasi buku buku, ketiganya kerap berbagi informasi tentang buku yang menjadi prioritas untuk di baca. Menurut Kharenthia dukungan dari keluarganya pun sangat membantu dan ia bersyukur bahwa tradisi baca di keluarganya turut memberikan andil besar sehingga menuntaskan WJLRC dengan tepat waktu.