Cukup sudah sepertinya politik mengidentitaskan kita. Juga bubur ayam –diaduk atau tidak. Biarlah pilihan kopi yang hendak kita minum sebagai opsi mencari ketenangan. Jika memang ada kopi gilingan, bagus; kalaupun hanya ada kopi yang digunting (baca: sachet) tak apa. Toh, pada akhirnya kopi sebagai komoditi ekonomi, penggerak segala lini kehidupan, bukan penggolongan kelas --atau selera.
Tapi, apakah Kompasianer punya pilihan atau cara sendiri dalam memilih kopi? Entah itu digiling atau digunting. Yuk, ceritakan kenikmatan meminum kopi dengan menambakan label pada setiap artikel: Cerita Kopi (tanpa spasi).