Mohon tunggu...
Her Wanto
Her Wanto Mohon Tunggu... Administrasi - Abstrak

Eska Unggul Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beratnya Perjuangan Anak Desa Menuntut Ilmu

9 Februari 2018   19:16 Diperbarui: 9 Februari 2018   19:21 2382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu, masa depan dan harapan, itu yang ada dalam benak anak-anak kita. Negara pun telah mengatur bagi warganya dalam hal menuntut ilmu di dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) "setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan". Dan ayat (2) "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemeritah wajib membiayainya".

www.statehumanities.org
www.statehumanities.org
Tapi kenyataannya sebagian anak-anak kita harus rela mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk mendapatkan ilmu. Tak banyak mereka harus menyeberangi sungai, berjalan kaki berkilo-kilo meter demi yang bernama ilmu. Karena sarana dan prasarana yang tidak memadai

Salah satu contoh di kecamatan Larangan Kabupaten Brebes tepatnya di desa Wlahar yaitu dusun  Kedungabad dan  Wlahar. Kalau mau ke kedua dusun tersebut kita harus menyeberangi sungai Pemali yang sangat lebar. Bila kemarau datang mereka langsung menyeberangi sungai dengan berjalan kaki. Tapi bila musim hujan seperti saat ini mereka harus merogoh kocek untuk membayar perahu sampan untuk menyeberangi sungai.

Pagi itu penulis melihat langsung perjuangan mereka menyeberangi sungai demi untuk yang bernama ilmu. Menurut Eko Dardirjo salah satu tokoh pemuda di dusun tersebut mengatakan, mereka harus bangun lebih pagi dari ayam berkokok agar bisa cepat sampai kesekolah.

"Bangun pagi-pagi sekali itu suatu keharusan karena perjalanan mereka menuju sekolah itu jauh dan harus mengantri jukung (sebutan perahu lokal) untuk menyeberangi sungai," katanya.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Mereka bukan saja harus mengantri jukung tapi sepatu mereka harus dilepas terlebih dahulu. Karena sebelum dan sesudah menaiki jukung, mereka harus jalan kaki dilumpur yang lumayan dalam. Kalau anak-anak yang semangatnya untuk belajar kurang, mereka akan langsung berhenti sekolah.

Otomatis kalau hujan turun dipagi hari mereka harus rela berbasah-basahan karena jukung itu tanpa penutup alias terbuka. Belum lagi kalau arus sungai Pemali lagi deras, si tukang jukung belum tentu mau menyeberangkan karena takut terbawa arus. Lagi-lagi mereka harus belajar dirumah atau mungkin telat kesekolah karena menunggu arus sedikit lambat.

Bertahun-tahun mereka mendambakan yang bernama jembatan agar jalur yang mereka lalui bisa semakin mudah. Agar harapan meraih masa depan dengan bekal menuntut ilmu dimasa sekarang jadi lebih ringan. Beberapa tahun yang lalu pernah dibangun jembatan penghubung tapi tidak bertahan lama, entah karena kontruksi bangunan yang asal-asalan atau arus sungai Pemali yang sangat keras.

Nasib mereka juga sama di beberapa desa di Indonesia yang berada di daerah terpencil dan di pegunungan. Karena daerah-daerah tersebut masih sangat minim terjangkau pembangunan. Mudah-mudahan di pilar pokok Nawa Cita pembangunan orde Jokowi. Dimana pembangunan bukan di kota saja tapi dari daerah terpencil dan pinggiran.

Semoga asa anak bangsa dalam menuntut ilmu tidak patah karena buruknya infrastruktur jalan dan lainnya. Tetap semangat wahai generasi penerus, karena menuntut ilmu itu hukumnya wajib. Dan pemerintah juga tidak lupa bahwa pemerintah berkewajiban memenuhi pendidikan anak-anak kita. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun