Mohon tunggu...
Muhammad Taufan
Muhammad Taufan Mohon Tunggu... Penulis - -

-

Selanjutnya

Tutup

Film

Kisah Perjuangan Perempuan Melawan Tekanan Budaya dan Patriarki

24 April 2024   22:53 Diperbarui: 24 April 2024   22:58 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjalani kehidupan sehari-hari di masyarakat Indonesia sebagai sosok perempuan sering kali dihadapkan pada berbagai tekanan. Tidak hanya tekanan saja tetapi juga ekspektasi yang ditetapkan oleh norma sosial dan budaya yang sangat tinggi. Perempuan dalam keluarga baik itu dalam lingkup keluarga kecil maupun besar diharapkan dapat menjaga tradisi sekaligus memainkan sosok individu sempurna. 

Peran sempurna tersebut seringkali mencakup meraih pendidikan sampai karier secara bersamaan. Namun dalam perjalanan meraih hal tersebut perempuan seringkali terjebak dalam pola patriarki dan stereotip yang membatasi kebebasan dan potensinya.

Berbagai isu-isu yang diharapi oleh perempuan dalam menjalani kehidupan menjadi sebuah sumber inspirasi dalam berbagai film. Bahkan film-film tersebut mengangkat akan tema kesetaraan gender dan perjuangan perempuan dengan sarat makna. Sehingga film tersebut dapat memperlihatkan kompleksitas akan dinamika kehidupan perempuan dari mulai tekanan sosial, ekspketasi budaya, sampai pertaruangan dalam diri. Salah satu film yang sangat baik dalam mengangkat isu perempuan memiliki judul yaitu Perempuan Berkalung Sorban (2009).

Film berjudul Perempuan Berkalung Sorban disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan diproduksi oleh Chand Parwez Servia. Untuk urusan skenario film ditulis oleh Ginatri S. Noer didasarkan yang mengacu kepada novel karya Abidah El Khalieqy. Sedangkan bintang yang terlibat dalam film seperti Revalina S. Temat, Widyawati, Oka Antara, Reza Rahadian, Ida Leman, Joshua Pandelaki, Pangky Suwito, Frans Nickolas, dan masih banyak lagi. 

Sisi musik dalam film dikerjakan oleh Tya Subiakto dan sisi sinematografi oleh Faozan Rizal tetapi untuk penyuntingan oleh Wawan I. Wibowo. Film tersebut juga diproduksi oleh Kharisma Starvision Plus dan Dapur Film. Sedangkan untuk kegiatan didistribusikan dikerjakan oleh Kharisma Starvision Plus. Film tersebut dirilis pada tanggal 15 Januari 2009 dengan durasi 129 menit.

Film tersebut menggambarkan atas perjalanan hidup kehidupan Anissa. Dapat dikatakan Anissa merupakan seorang wanita yang hidup di lingkungan konservatif pesantren Salafiah putri di Jawa Timur, Indonesia. Pesantren tersebut mengajarkan Anissa untuk tunduk kepada sosok laki-laki dan pandangan modern dianggap sebagai ajaran yang menyimpang. Padahal Anissa memiliki pemikiran yang berani dan kritis terhadap peran perempuan dalam tradisi konservatif. Pemikiran yang dimiliki Anissa didukung oleh Khudori selaku paman Anissa.

Perjalanan Anissa dalam mencakup banyak momen salah satunya ketika ia dinikahkan dengan Samsudin. Dimana Samsudin merupakan seorang laki-laki dari anak pemilik pesantren Salaf. Namun pernikahan tersebut ternyata tidak membawa kebahagiaan bagi Anissa. Hal tersebut karena Samsudin memiliki sifat kasar dan menikah lagi dengan wanita lain. Kondisi tersebut membuat perjuangan Anissa untuk bisa mandiri dan membela hak-haknya sebagai perempuan semakin sulit. Ditambah lagi Anissa harus menghadapi berbagai rintangan berasal dari keluarga dan lingkungan yang masih konservatif.


Dalam film tersebut pola pikir atas pernikahan dini menjadi salah satu isu sentral yang mendapatkan sorotan cukup banyak. Hal tersebut terlihat dari pernikahan Anissa dengan Samsudin yang mempresentasikan dari kehidupan masyarakat di Indonesia. Adanya pernikahan tersebut nyatanya menyimpan dampak kurang baik terhadap perkembangan perempuan yang terlihat dari pribadi Anissa. 

Dimana Anissa mendapatkan pasangan yang memiliki sifat kasar dan menikah lagi yang menandakan ketidaksetaraan gender dan penindasan terjadi pada perempuan. Kondisi Anissa memberikan tamparan kehidupan bagi generasi muda yang memiliki keinginan untuk melaksanakan pernikahan dini agar lebih selektif lagi. Dengan selektif diharapkan ketika memilih pasangan tidak akan memberikan dampak kurang baik bagi perkembangan dan kebebasan perempuan.

Tidak lupa film tersebut juga mengambarkan atas konflik antar generasi muda dengan keluarga dan lingkungan. Dimana generasi muda diwakili oleh Anissa yang berani menggugat norma tradisional. Sedangkan keluarga dan lingkungan masih memegang teguh atas nilai konservatif. Tokoh Anissa juga memiliki impian dan aspirasi dalam mencapai kebebasan dan kesetaraan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun