Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadi Diri yang Gelas Kosong, Tahu Kedudukan, Fungsi, Tugas, Tanggung Jawab, dan Amanah

7 November 2022   16:35 Diperbarui: 7 November 2022   16:42 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Menjadi gelas kosong, tidak mudah. Mata hati pikiran wajib selalu bersih, terbuka. Segenap pengetahuan, kreativitas, dan inovasi menghampirinya. Menjadi tahu bagaimana menempatkan diri sesuai kedudukan, fungsi, tugas, tanggungjawab dan menjaga amanah. Maka, selalu menghargai dan menghormati orang lain. Tindakannya, tidak pernah mengulang dari nol, karena cerdas.

(Supartono JW.07112022)

Sejak kepemimpinan era siapa, rakyat Indonesia dipolarisasi? Bukan terpolarisasi? Rakyat yang cerdas, mengikuti perjalanan sejarah, khususnya politik, di negeri ini tentu akan sangat mudah menjawab faktanya. Bahkan yang diketahui oleh rakyat, petugas polarisasi rakyat malah dipekerjakan dan dibayar oleh pihak yang berkepentingan memakai uang rakyat juga.

Menyedihkan, membangun kerajaan kekuasaan, menggunakan intrik penjajahan, pun dengan anggaran uang rakyat yang dijajah. Dalihnya selalu atas nama persatuan dan kesatuan. 

Dipenuhi gelas penuh

Sungguh, rakyat Indonesia yang dahulu dikenal ramah, tamah, santun, kini sebagiannya hanya menjadi petugas bikin kisruh dan rusuh, mencuit demi mempengaruhi hati dan pikiran rakyat yang mudah goyah karena perut yang selalu lapar. Hanya disogok sedikit bahan bakar saja, langsung takluk, bertekuk lutut, menggelepar. Itulah, intrik penjajah. Dibikin susah menderita, di saat yang tepat turun pahlawan yang nantinya dipuji dan dielukan rakyat, sebagai dewa penolong, padahal semua menggunakan fasilitas dan hak rakyat.

Rakyat cerdas yang tak memihak, sudah sangat prihatin melihat cara-cara licik pihak yang berkepentingan terus menguras hati dan pikiran rakyat dengan tebaran kebencian yang diskenario demi saling menjatuhkan, agar rakyat yang masih bodoh, jadi memihak kepada yang licik. 

Andai saja waktu dapat dipercepat oleh rakyat, maka rakyat berharap kini sudah 2024. Sudah ganti petugas negara baru yang benar-benar dapat amanah kepada rakyat. Bukan amanah kepada junjungan dan kepentingan. Musnahlah itu tukang polarisasi. Setoplah uang rakyat untuk membayari mereka, para tukang cuit yang setiap detik hanya menebar sampah karena sudah hilang rasa malu dan harga diri, hidup menjadi manusia yang hanya berguna untuk kepentingan, bukan bagi rakyat dan ibu pertiwi. Sudah putus urat nadi malunya. Hidup berkubang cari muka dan menjilat. Bila tidak demikian, maka tidak gajian.

Itulah deskripsi di NKRI hingga kini, penuh manusia gelas-gelas penuh. Tertutup mata hati dan pikirannya, buta dan tuli pada situasi. Tidak berubah, tetapi bertambah parah. Media massa dan media sosial pun menjadi sarana untuk menebar kisruh. Terlebih, sudah ada pihak yang mengusung calon pemimpin baru negeri yang selama ini menjadi musuh besar pihak lawannya. Rakyat pun akan terus.menjadi penonton drama yang tak berujung, sebab latar belakang dan tujuannya, memang hanya untuk kepentingan duniawi mereka.

Apakah pihak atau pemimpin yang memulai tragedi kisruh di Indonesia, rakyat dipolarisasi demi kepentingan dan kemenangan mereka, akan segera rela berhenti tidak mempekerjaan karyawan petugas polarisasi? Sebab, karena rakyat tahu, petugas polarisasi memang dipekerjakan demi mengawal mereka, maka rakyat pun tahu, tukang polarisasi pun dilindungi oleh lingkaran kekuasaan dan pengaman negara yang patuh kepada kekuasaan.

Mustahil mereka akan ditangkapi, dibasmi, dipenjarakan, meski pekerjaanya membuat NKRI sangat dekat dengan disintegrasi. Satu-satunya cara, agar tukang polarisasi lenyap dari muka bumi NKRI, harus lahir pemimpin bersih yang tidak takut kekuasaan, dinasti, dan oligargiknya tidak dapat jatah kekuasaan dan jatah makan di negeri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun