Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghargai Rakyat yang Tak Memilih

17 September 2020   14:38 Diperbarui: 17 September 2020   14:45 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Supartono JW


Menyedihkan. Itulah pilihan kata yang mungkin dapat mewakili perasaan seluruh masyarakat atas semua sengkarut di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Setelah berbagai elemen masyarakat menyuarakan berbagai kegelisahannya atas fakta bahwa kondisi bangsa dan negara yang terus didera masalah, sebagian masyarakat pendukung setia parlemen dan pemerintahan pun membela mati-matian para junjungannya dengan menyebut bangsa dan negara ini dalam kondisi baik-baik saja, dan selalu memutarbalikkan fakta dengan menyebut siapa pun yang melontarkan kritik, saran, dan masukkan justru dituduh sebagai pihak yang sedang mencari panggung, pihak yang kecewa karena tidak dikasih kursi jabatan, hingga dituduh sebagai pihak yang mengancam disintegrasi bangsa.

Aneh tapi nyata, mengapa ada kelompok rakyat jenis ini yang terus dibutakan mata dan hatinya dengan kondisi yang nyata?

Bahkan terbaru, seorang budayawan pun menyampaikan catatan berupa sepuluh butir revolusi untuk pemimpin kita.

Nampaknya dan seolah para pemimpin dan penguasa  di negeri ini dengan dukungan partai dan sponsor cukong, memang sudah tidak lagi menganggap suara rakyat itu ada.

Di tengah pandemi corona yang terus mengganas saja, nyawa rakyat tetap saja tak lebih utama dibanding persoalan ekonomi.

Seorang ahli ekonom, saya lihat sampai bergetar saat berbicara dalam siaran live di sebuah acara televisi dan menyebut anggaran APBN 2021, bidang kesehatan malah turun dan anggaran insfrastrukur naik sangat signifikan. Artinya, pemerintah memang benar-benar sangat mengabaikan pandemi corona yang dipikirnya di tahun 2021 corona sudah hilang.

Ahli ekonom pun bergetar saat menyebut bahwa daerah itu harus dipimpin bukan malah terus dipersalahkan demi ambisi lain. Seharusnya pemerintah pusat memberikan panduan dan indikator yang seragam untuk penanganan corona. Bukan seperti sekarang, enak sekali terus mengerjai pemerintah daerah yang terus diminta berjibaku menangani corona. Namun, saat daerah membuat kebijakan, giliran pemerintah pusat selalu mengacaukan dengan menghujat dan membuat kebijakan yang tak selaras dengan apa yang sudah dikerjakan oleh pemerintah daerah.

Di tengah pandemi corona, pemerintah juga tetap bergeming untuk melaksanakan Pilkada. Setali tiga uang KPU pun malah membuat beberapa masalah seperti mengizinkan calon pemimpin daerah berkampanye dengan musik dll.

Lebih parah lagi, para pemimpin di negeri ini baik elite partai yang duduk di parlemen dan pemerintahan pun sangat nampak lemah dalam kecerdasan intelektual dan personaliti alias sangat lemah dalam kecerdasan emosinya.

Rakyat pun bertanya, mengapa sosok-sosok seperti itu bisa menjadi anggota parlemen dan duduk di kursi pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun