Mohon tunggu...
Tonny Hendriawan
Tonny Hendriawan Mohon Tunggu... Administrasi - Markom UI-2010

Mantan Kepala ITPC Sao Paulo, Brasil

Selanjutnya

Tutup

Politik

Selfie Politik, Ajang Curi Perhatian untuk Eksis Tanpa Ongkos

20 Februari 2018   12:11 Diperbarui: 22 Februari 2018   08:58 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Selfie Politik, Ajang Curi Perhatian Untuk Eksis Tanpa Ongkos

Semakin banyak masyarakat yang kepincut dengan kehidupan sosial yang berbasis online.  Hampir setiap orang yang memiliki telepon genggam menggunakan fitur-fitur komunikasi dan interaksi untuk mempermudah aktifitasnya sehari-hari. Selain harganya relatif terjangkau, dapat dimanfaatkan untuk silaturahmi, belanja, mengucapkan selamat kepada kawan, ucapan dukacita semuanya dilakukan melalui genggaman.

Cukup dengan dua jari, pesan langsung sampai ke tujuan secara realtime (meskipun dibaca oleh penerima masih butuh waktu yang relatif). Banyak pihak memanfaatkan "kebiasaan baru" ini sebagai media untuk dapat terlihat sebagai tokoh atau individu yang "menonjol" sehingga berharap mendapat kapling kesohoran pribadi maupun kelompoknya. Kondisi "Menonjol" ini tidak selalu harus positif, namun konotasi negatif menjadi sah digunakan sebagai upaya instan menggapai perhatian.

Hampir dua dekade, informasi yang berlalu-lalang di dunia maya semakin tinggi intensitas dan volumenya. Bukan bertambah secara linier tetapi informasi yang bertebaran di dunia maya ibarat jebolnya tanggul sebuah bendungan.  Air serta-merta berlimpah-ruah mengisi ruang-ruang kosong yang sanggup dilewatinya. Kita membayangkan sebuah hamparan air yang tiba-tiba kita berada didalamnya. Secara kasat mata, kita  dikelilingi oleh hamparan air yang demikian banyak dan luas. Akan sedikit kesulitan untuk fokus kepada apa yang kita inginkan dalam kondisi seperti itu. Riak-riak dan benda-benda yang muncul di permukaan air inilah yang akan menyadarkan, kemudian mengalihkan penglihatan kita sehingga sejenak mengamati riak-riak dan benda-benda tadi.

Menurut wearesocial.com, sampai bulan Januari 2017, pertumbuhan internet di Indonesia mencapai 51% jika dibandingkan dengan bulan Januari 2016.  Ini adalah persentase pertumbuhan tertinggi di dunia.  Filipina sebagai negara nomor dunia pertumbuhannya hanya mencapai 27% di periode yang sama. Sementara rata-rata pertumbuhan internet secara global hanya mencapai 10%.  Tingginya pertumbuhan internet di Indonesia menceminkan betapa banyak user atau calon user internet yang akan memanfaatkan fasilitas internet untuk menunjang berbagai macam aktifitasnya. Rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktunya  di depan internet adalah 4 jam 14 menit/hari melalui laptop maupun desktop, sementara yang mengakses lewat telepon genggam  3 jam 55 menit/hari.

Tingginya pertumbuhan internet ini tentu berpengaruh terhadap fitur-fitur dan aplikasi-aplikasi berbasis teknologi internet. Media Sosial merupakan salah satu yang dominan digunakan oleh masyarakat dari berbagai kalangan di Indonesia. Masih menurut wearesocial.com, 40% dari jumlah penduduk Indonesia aktif menggunakan media sosial dengan pertumbuhan pengguna media sosial meningkat 34% (ranking 4 di dunia) pada  bulan Januari 2017 dibanding bulan Januari tahun 2016.  Adapun negara yang penduduknya paling aktif menggunakan media sosial adalah Amerika Serikat 99%, disusul Korea Selatan 83%. Indonesia dari seluruh negara di dunia sementara berada di ranking 24 sebagai negara yang penduduknya aktif menggunakan media sosial.

Indonesia yang jumlah penduduknya  sekitar 250 juta jiwa dengan pengguna media sosial aktif sebesar 40% merupakan panggung sangat besar. Derasnya informasi yang mengalir melalui media sosial membuat sebagian (besar) penggunanya mulai berpikir untuk memfilter menurut selera masing-masing, bongkahan atau pilahan informasi mana yang akan dilihat.  Bongkahan dan pilahan informasi itu menjadi daya tarik bila memenuhi keinginan si pengguna media sosial. 

Latar belakang pengguna media sosial yang berbeda-beda membuat daya tangkap terhadap informasi yang mereka terima juga menjadi berbeda-beda dan berubah-ubah.  Manusia memiliki sifat keingintahuan (kepo) yang besar. Keingintahuan yang besar itu terkadang tidak diimbangi dengan pola pikir dan pola cerna yang tepat. Pola berpikir yang bersandarkan kepada mitos, intuisi, dan perasaan, menjadi dominan bagi penerima informasinya. Berpikir berdasarkan mitos berarti pengetahuan berbasiskan kombinasi antara pengakuan-pengakuan dan kepercayaan, sementara intuisi adalah cara berpikir yang tidak analitis atau tidak berdasar pola berpikir tertentu, dan bersandarkan perasaaan yang bila menarik kesimpulan tidak disertai dengan penalaran.

Rasa keingintahuan besar yang dilandasi cara-cara berpikir ini membuat derasnya arus informasi tidak bisa dipilah-pilah lagi mana yang benar dan tepat, serta pasti.  Penerimaan dan pengolahan informasi pada masing-masing individu menjadi berbeda, bergantung kepada bagaimana individu itu memenuhi rasa keingintahuannya.  Repotnya lagi, informasi yang diterima, ditelan, dan kemudian dicerna menghasilkan keluaran yang berbeda dengan kandungan informasi yang sebenarnya.  Bahkan, informasi tidak sempat dikunyah apalagi ditelan, sudah disebarkan kepada individu-individu lain yang menjadi jejaringnya demi untuk eksis, tampil, atau merasa menonjol dalam lingkaran jejaringnya.

Kondisi seperti ini mampu dibaca dan dimanfaatkan oleh beberapa kalangan untuk melemparkan joran kedalam kerumunan pengguna internet atau khususnya media sosial. Beberapa tokoh politik dari pihak oposisi di Indonesia selalu melontarkan informasi yang terkesan "kontroversial" maupun "nyinyir" terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah yang saat ini tengah bekerja. Lontaran ini kemudian akan dikutip oleh media mainstream tradisional (media cetak dan elektronik) yang masing-masing media tersebut akan menyalurkan kembali lontaran singkat informasi tersebut ke media sosial milik masing-masing.

Terkadang terjadi sebaliknya, bahkan menjadi lebih sering lontaran tersebut dilakukan melalui akun media sosial pribadi tokoh-tokoh tersebut untuk kemudian menjadi viral. Para pemimpin daerah yang tengah ditampuk pemerintahan juga melakukan komentar-komentar yang sering dianggap kontroversi dan lucu.  Ini bukan berarti tokoh tersebut seperti itu kondisinya, namun bisa disimpulkan adalah upayanya untuk tetap eksis atau tampil dikalangan masyarakatnya. Bahkan banyak juga yang berpikir hal tersebut dilakukan untuk menutupi kekurangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun