Mohon tunggu...
Toni Pamabakng
Toni Pamabakng Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat Sosial, Hukum dan Pemerintahan

Tenang, Optimis, Nasionalis dan Idealis.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

“Skandal” Pencalonan Kapolri

15 Januari 2015   00:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:08 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka. KPK menduga ada transaksi mencurigakan atau tidak wajar yang dilakukan Budi Gunawan. "Kita ingin sampaikan progress report kasus transaksi mencurigakan atau tidak wajar dari pejabat negara. Perkara tersebut naik ke tahap penyidikan dengan tersangka Komjen BG dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji," ujar Ketua KPK Abraham Samad di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (13/1/2015). Budi Gunawan merupakan calon tunggal kepala Kepolisian RI yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo. Abraham mengatakan, penyelidikan mengenai kasus yang menjerat Budi telah dilakukan sejak Juli 2014. "Berdasarkan penyelidikan yang cukup lama, akhirnya KPK menemukan pidana dan menemukan lebih dari dua alat bukti untuk meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan," kata Abraham. Budi Gunawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12 B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Pencalonan Budi Gunawan sebagai kepala Kepolisian RI dikritik berbagai pihak. Ia sempat dikaitkan dengan kepemilikan rekening gendut. Terlebih lagi, Jokowi tidak melibatkan KPK dan PPATK untuk menelusuri rekam jejak para calon kepala Kepolisian RI. (Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2015/01/13/14354311/KPK.Tetapkan.Calon.Kapolri.Budi.Gunawan.sebagai.Tersangka?utm_campaign=komread&utm_medium=bp&utm_source=news).

Indonesia heboh! Inilah kejadian yang pertama kalinya, calon Kapolri yang diajukan Presiden kepada DPR , pada saat-saat menjelang dilakukan fit and proper test oleh DPR, dinyatakan sebagai Tersangka oleh KPK. “Masa tersangka lolos sebagai Kapolri, Apa kata Dunia?” demikian diucapkan oleh Mantan Ketua MK Hamdan Zoelfa. Ya, saya pun sebagai rakyat kecil berpendapat yang sama, seseorang yang berstatus tersangka tidak layak untuk dilanjutkan pencalonannya sebagai Kapolri. Apalagi Kapolri adalah jabatan tinggi di bidang penegakan hukum, bagaimana nantinya penegakan hukum dapat dilakukan secara tegas dan konsekuen, sedangkan Kapolrinya sendiri berstatus tersangka? Tentu Kapolrinya akan kehilangan kewibawaan dan tidak akan dapat menegakkan disiplin di lingkungannya sendiri karena tersandera status hukumnya sebagai tersangka tersebut.

Secara prosedural, proses pengajuan calon Kapolri oleh Presiden kepada DPR sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak ada ketentuan yang dilanggar. Calon yang diajukan juga berasal dari rekomendasi yang diberikan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Namun demikian, dari awal proses pengajuan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai calon Kapolri sudah menuai kontroversi di tengah-tengah masyarakat, di antaranya disebabkan adanya isu kasus rekening gendut yang diduga melibatkan Komjen BG. Kontroversi ini semakin menjadi manakala Presiden tidak melibatkan KPK dan PPATK untuk menelusuri track record calon yang diajukan sebagaimana saat penyusunan anggota Kabinet Kerja. Memang tidak ada kewajiban untuk melibatkan KPK dan PPATK tersebut, akan tetapi tindakan Presiden ini secara nyata menunjukkan adanya perbedaan perlakuan saat menyusun Kabinet Kerja dan saat mengusulkan calon Kapolri, padahal kesemuanya sama sebagai pejabat publik, yang tentu saja harus teruji integritasnya. Wajar jika publik, termasuk para pendukung Jokowi dan saya sendiri merasa sangat kecewa dengan langkah Presiden tersebut. Apalagi kemudian terungkap bahwa sebenarnya nama Komjen BG telah diajukan kepada KPK untuk diteliti saat penyusunan kabinet, dan nama yang bersangkutan telah diberi catatan merah.

Anehnya Presiden masih nekad mengajukan yang bersangkutan sebagai calon tunggal Kapolri. Wajar jika KPK merasa sangat kecewa, sampai terlontar pernyataan dari Ketua KPK yang menyatakan pemerintahan yang tidak ingin Negara ini baik, maka tidak melibatkan KPK. Ya, Presiden kebanggaan kita adalah manusia biasa yang tidak luput dari kekeliruan, beliau bukan “Dewa”, apalagi dalam kondisi pemerintahan yang “rapuh” saat ini, Presiden sangat membutuhkan dukungan partai politik. Bisa saja pencalonan Kapolri tersebut adalah buah dari kompromi politik antara partai-partai pendukung pemerintah, termasuk (mungkin) partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih. Lihat saja sekarang di parlemen, bagaimana para anggota DPR (khususnya Komisi III) sepertinya kompak mendukung calon Kapolri dan sebaliknya cenderung menyesalkan tindakan KPK. Saya pikir KMP akan menyerang habis Presiden Jokowi, kenyataannya tidak. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa calon Kapolri ini adalah “kesepakatan politik” semua pihak, baik Presiden, KMP (minus Partai Demokrat) dan KIH.

Berbagai analisis muncul di tengah masyarakat. Sebagian kalangan menyatakan bahwa penetapan Komjen BG sebagai tersangka oleh KPK adalah langkah cerdas Presiden Jokowi sendiri untuk menjegal Komjen BG dengan menggunakan KPK. “Nabok nyilih Tangan” katanya. Spekulasi ini menurut saya tidak berdasar sama sekali dan sangat berbahaya karena mencoba membenturkan dan mengadu domba antara Presiden, Partai Politik pendukung dan KPK. Bagaimana mungkin hal ini adalah strategi Jokowi sendiri untuk menjegal calon Kapolri, sedangkan Presiden sendiri dengan sangat percaya diri mengajukan Calon Tunggal? Begitu juga KPK, rasanya satu-satunya institusi yang sangat dipercaya publik saat ini hanyalah KPK, sangat tidak mungkin KPK menghancurkan dirinya sendiri dengan mencoba-coba melakukan tindakan yang sangat bodoh. Saya percaya apa yang dilakukan oleh KPK adalah murni penegakan hukum, meskipun momentumnya dinilai sebagian kalangan (termasuk DPR) sangat kental dengan nuansa politik.

“Skandal” pencalonan Kapolri semakin ramai dengan sikap DPR yang terus melanjutkan proses fit and proper test, meskipun sang calon sudah berstatus sebagai tersangka. Secara normatif tindakan DPR memang tidak salah karena hingga saat ini belum ada pencabutan surat pencalonan Kapolri dari Presiden, sehingga DPR berpendapat wajib hukumnya untuk meneruskan proses pencalonan Kapolri tersebut. Asas hukum yang selalu dijadikan alasan pembenar mereka adalah asas hukum “Praduga Tidak Bersalah”. Namun demikian, secara moralitas dan dengan menjunjung tinggi asas-asas pemerintahan yang baik, rasanya sangat tidak layak seseorang yang sudah berstatus tersangka dipromosikan sebagai Kapolri. “Apa kata dunia”, demikian kata Hamdan Zoelfa. Seorang pemimpin harus dapat memberikan keteladanan kepada anak buahnya. Dan hal ini tidak mungkin lagi dapat ditunjukkan oleh seseorang yang sudah berstatus tersangka. Apalagi fakta selama ini, 100% orang-orang yang dinyatakan tersangka dan dibawa ke Pengadilan Tipikor oleh KPK selalu dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman. Oleh karena itu, saya berharap, semoga DPR, meskipun melanjutkan proses fit and proper test, dalam kesimpulannya akan menyatakan tidak dapat menyetujui calon Kapolri yang diajukan Presiden. Saya tidak dapat membayangkan jika nantinya DPR memberikan rekomendasi yang menyetujui calon Kapolri tersebut, maka beban Presiden akan semakin berat karena terpaksa mengangkat Kapolri yang berstatus tersangka oleh KPK. Popularitas Jokowi pun dijamin bakal anjlok, dan bukan tidak mungkin hal ini akan dijadikan alasan KMP untuk terus “mengganggu” pemerintahan Jokowi.

Saya percaya Presiden dan pembantu-pembantunya tentu akan sangat bijak mengatasi “skandal” ini. Salah satu kemungkinan yang dapat diambil Presiden adalah membatalkan dan menarik kembali surat pencalonan Komjen BG sebagai Kapolri dari DPR. Selanjutnya Presiden mengajukan kembali calon Kapolri yang baru kepada DPR, tentunya setelah dilakukan penelitian terlebih dahulu oleh KPK dan PPATK. Konsistensi tindakan menurut saya sangat perlu ditunjukkan oleh Jokowi. Presiden harus bergerak cepat, jangan sampai didahului oleh keputusan DPR yang menyetujui Komjen BG sebagai Kapolri karena akan menimbulkan dampak lanjutan yang sangat fatal di dunia kepolisian dan penegakan hukum di Indonesia.

Namun sayang, khabar terakhir, baru saja Komisi III DPR telah menyetujui Komjen BG sebagai calon Kapolri. Selamat datang masa kelabu Kepolisian Republik Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun