Mohon tunggu...
Tomy Zulfikar
Tomy Zulfikar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Emerging Markets Dilanda Tingkat Kepercayaan yang Merosot

30 September 2018   16:59 Diperbarui: 30 September 2018   17:21 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://philippinenmagazin.de

Tingkat kepercayaan investor portofolio merosot terkait ekspektasi siklus ekonomi di emerging marketsnegara yang memiliki karakter pasar yang sedang berkembang, tetapi kualitas standarnya kurang memadaikemungkinan akan terkontraksi. Hal tersebut disebabkan oleh 1) The Federal Reserve, Bank Sentral AS, mengetatkan kebijakan moneter; dan 2) apresiasi pada mata uang dolar AS.

Sejak awal 2018, The Fed telah menaikkan fed fund rate (suku bunga acuan AS) sebesar 75 basis poin ke 2,00-2,25 persen. Para pembuat kebijakan di bank sentral tersebut cenderung hawkishmenyukai suku bunga relatif tinggi untuk menjaga inflasi tetap terkendalisejak akhir 2015. Hal tersebut didorong oleh: 1) berlanjutnya peningkatan pada tingkat inflasi; dan 2) tingkat pengangguran berada pada tingkat terendah seiring dengan siklus ekonomi AS yang terus menunjukkan ekspansi setelah krisis keuangan pada 2008, sebagai indikasi Lehman Brothers bangkrut.

Kenaikan pada suku bunga yang dilakukan  secara bertahap oleh The Fed hingga tercapainya target, yaitu: 1) ekspansi berkelanjutan aktivitas ekonomi; 2) kondisi pasar tenaga kerja yang kuat; serta 3) dengan tingkat inflasi sebesar 2 persen pada jangka menengah.

Setelah 10 tahun pasca krisis keuangan 2008, siklus ekonomi AS terus menunjukkan ekspansi. Pertumbuhan PDB riil AS tercatat sebesar 4,20 persen secara year-on-year pada 2Q18, tertinggi sejak 3Q14. Kontribusi tertinggi berasal dari perdagangan bersih sejak 4Q13, terutama karena peningkatan pada ekspor kedelai dan barang-barang lainnya.

Akselerasi pada pertumbuhan ekonomi AS didorong oleh ekspansi pada kebijakan fiskal. Sebagai implementasi janji kampanye Donald Trump, Presiden AS, yaitu reformasi pajak demi menstimulasi ekonomi AS. Salah satu reformasi pajak yang dilakukan adalah pemangkasan pajak korporasi dari 35 persen menjadi 20 persen. Pemangkasan tersebut telah mendorong pertumbuhan ekonomi AS lebih cepat dalam jangka pendek.

Seiring dengan semakin membaiknya aktivitas ekonomi AS, net capital inflow terus meningkat. Hal tersebut membuat apresiasi pada mata uang dolar AS selain pengaruh positif dari kebijakan pengetatan moneter. Secara year-to-date, US dollar spot index telah terapresiasi sekitar 3 persen sejak awal 2018.

Ditambah lagi, akibat ketidakpastian pada perselisihan dagang antara AS dan China, sebagian besar investor portofolio mengalokasikan dana kelolaannya ke aset-aset safe havenaset investasi yang memiliki tingkat risiko yang rendah. Salah satu contohnya adalah obligasi Pemeritnah AS. Hal tersebut menyebabkan semakin menguatkan nilai tukar mata uang dolar AS.

Seperti diketahui, per tanggal 24 September Pemerintah AS telah menerapkan tarif sebesar 10 persen terhadap barang-barang impor China senilai sekitar USD 200 miliar. Begitu juga, Pemerintah China membalasnya dengan menerapkan tarif sebesar 5-10 persen terhadap barang-barang impor AS senilai sekitar USD 60 miliar.

Akibat normalisasi yang dilakukan oleh The Fed dan ketidakpastian pada perselisihan dagang antara AS dan China, membuat guncangan pada pasar keuangan di emerging markets, khususnya negara-negara yang masuk kategori fragile fivenegara-negara yang memiliki defisit transaksi berjalan cukup besar terhadap PDB, seperti Turki, India, Afrika Selatan, Brasil, dan Indonesia.

Sebagai tambahan catatan, dalam sebulan terakhir, telah terjadi currency crisis di Turki, Argentina, dan Afrika Selatan akibat net capital  outflow yang masif. Tingkat kepercayaan investor portofolio merosot seiring dengan ketidakpastian politik dalam negeri dan kondisi ekonomi yang rentan pengaruh eksternal.

Per tanggal 27 September, secara year-to-date, IHSG telah merosot sekitar 6,7 persen, nilai tukar rupiah telah terdepresiasi sekitar 10 persen ke IDR 14.923, dan imbal hasil obligasi 10 tahun telah menyentuh 8,202 persen. Investor asing telah mencatatkan net sell dari bursa saham sebesar IDR 52 triliun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun