Mohon tunggu...
Tommy Setiawan
Tommy Setiawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pribadi

Hanya pembaca dan pemerhati. Bukan penulis. Tapi kadang-kadang menuangkan pikiran atau ide atau perasaan yang bergejolak.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Blunder Politik Megawati dan PDIP

13 April 2015   16:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:09 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Megawati dan PDIP melakukan blunder politik saat Kongres Nasional PDIP di Bali beberapa waktu lalu. Bagaimana tidak, ia mengatakan “Jika tidak mau menjadi petugas partai, silakan keluar!”

Megawati sah-sah saja mengatakan hal itu mengingat ia sedang berpidato dalam kapasitasnya sebagai ketua umum PDIP. Dan pernyataan tersebut secara tidak langsung menohok Jokowi yang saat itu hadir di kongres PDIP. Jokowi memang kader partai tapi apakah ia seorang petugas (pagawai) partai?

Yang menjadi persoalan adalah, Megawati tidak menyadari bahwa Jokowi saat itu adalah seorang presiden yang ikut hadir dalam kongres. Bukan sekadar kader apalagi petugas partai.

Dikatakan pula di media bahwa Megawatti tidak menghormati Jokowi, malah disindir2, seakan-akan Jokowi memang hanya seorang pesuruh, dan Megawati adalah bosnya. Miris sekali.

Dalam kongres apalagi berskala nasional sebuah partai, jabatan tertinggi adalah sang ketua umum partai itu sendiri. Tapi ingat, kongres nasional PDIP waktu itu dihadiri oleh Jokowi dan Jusuf Kalla. Yang menjadi pertanyaan adalah, dalam kapasitas sebagai apa seorang Jokowi saat itu? Jika sebagai kader atau anggota partai PDIP, ingat, di sana hadir juga Jusuf Kalla sang Wakil Presiden. Berarti di dalam kongres PDIP tersebut, pejabat tertinggi adalah sang wakil presiden, bukan ketua umum partai. Dan Megawati harus menghormati Jusuf Kalla sebagai wakil presiden Republik Indonesia, dengan berpidato secara halus, sopan, dan tidak terlalu mencolok menyindir jokowi “si petugas partai” di hadapan sang wakil presiden. Wah bisa jatuh nih martabat dan harga diri Jokowi di hadapan wakilnya.

Sebaliknya, jika Jusuf Kalla tidak dalam kapasitas sebagai wakil presiden, namun hanya tamu undangan biasa, pertanyaannya kemudian, mewakili Partai Golkarkah? Selama ini kan publik tahu bahwa Jusuf Kalla adalah mantan Ketua Umum Partai Golkar, dan sekarang pun masih “orang Golkar”. Jika memang iya, bagaimana dengan petinggi Partai Golkar yang lain, seperti Aburizal Bakrie, Agung Laksono, Idrus Marham, Setya Novanto, dll? Koq mereka tidak hadir, apakah tidak diundang, dan lain sebagainya?

Yang luar biasa, apabila Jokowi hadir sebagai kader partai, petugas partai, dan Jusuf Kalla sebagai tamu undangan biasa, maka kongres nasional PDIP kemarin adalah kongres sebuah partai yang sanggup mengosongkan “kekuasaan” negara selama beberapa hari, tanpa presiden dan wakil presiden. Dan istana negara, istana merdeka, istana wapres, ditinggalkan “penghuni”nya untuk menjadi masyarakat biasa. Ck... ck... ck... hebat sekali Megawati dan PDIP ini.

Dan banyak sekali hal-hal menarik di kongres PDIP, seperti kader-kader muka lama yang tidak masuk dalam kepengurusan PDIP, seperti Maruarar Sirait, Eva Kusuma Sundari, Rieke Diah Pitaloka. Dan yang lucu lagi, Olly Dodokambey yang pernah jadi tersangka kasus korupsi Hambalang, malah diangkat jadi Bendahara Umum. Ada apa ini?

Ah... kita lihat saja nanti manuver apa lagi yang akan dilakukan sang “bos” PDIP ini.

Sumber :

http://news.liputan6.com/read/2211205/susunan-lengkap-pengurus-dpp-pdip-2015-2020

http://www.tribunnews.com/nasional/2014/12/18/olly-dondokambey-kembali-disebut-menerima-uang-proyek-hambalang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun