Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Lain Bengkulu Lain Semarang, Lain Dulu Lain Sekarang

30 Desember 2021   20:56 Diperbarui: 30 Desember 2021   21:01 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : istock.com 

Berbagi Cuplikan Pengalaman Hidup  

Dikampung halaman kami,dimasa dulu semua orang saling mengenal, Bukan hanya sekedar kenal nama tapi orang juga tahu nama kedua orang tua saya dan bahkan apa perkerjaan ayah saya. Tak ada yang dapat disembunyikan. Bahkan anak ayam menetas maka seisi kampung  akan tahu dari mulut ke mulut. 

Hukum tidak tertulis yang menjadi tradisi dalam masyarakat sangat keras dan tanpa pandang bulu. Masyarakat pada waktu itu sekaligus menjadi pengawas norma norma kesantunan dalam menjaga marwah kaum wanita. 

Saat suami tidak berada dirumah, coba kalau ada wanita yang berani menerima tamu laki laki walaupun hanya datang bertandang dan tidak berbuat hal hal yang aib.

Tetapi bagi warga dikampung, menerima kunjungan laki laki disaat suami tidak berada dirumah sudah merupakan aib yang akan mencoreng bukan hanya pribadi yang menerima tamu, tapi seluruh anggota keluarganya akan kena  getahnya.  Dalam tempo singkat akan menjadi bahan gunjingan masyarakat sekampung.

Pengawasan melekat ini menyebabkan jarang terjadi perselingkuhan pada masa tersebut. Begitu kerasnya adat yang berlaku dimasa itu hingga bila ada gadis yang tampak berboncengan dengan pria yang bukan suami nya, maka dalam tempo sekejab akan menjadi viral "Si Nona itu sudah dibawa bawa laki laki".

Bayangkan, kalimat "sudah dibawa bawa laki laki" itu sesungguhnya sangat sadis karena hanya menyaksikan ada gadis yang berboncengan dengan pria yang bukan suaminya. Dan bila sudah berani berboncengan dengan laki laki dan kelak ternyata tidak jadi menikah, maka sangat sulit bagi gadis tersebut untuk mendapatkan jodoh di kota Padang karena dibelakang namanya sudah dilengkapi embel embel "perempuan yang sudah di bawa bawa laki laki". Satu satunya jalan adalah pindah kedaerah lain. Begitulah pola hidup dimasa kami masih muda, yakni 60 tahun yang lalu. 

Tradisi Itu Terbawa Hingga Kini 

Karena kami lahir dan dibesarkan serta hidup diera semua tata krama dan marwah diri menjadi hal yang tak ternilai dan harus dikawal, maka hingga kini walaupun saya tidak pernah melarang, isteri saya tidak akan pernah memenuhi undangan tanpa didampingi saya sebagai suaminya. Tapi itu cerita dulu. Seperti kata peribahasa "Lain Bengkulu lain pula Semarang, lain dulu lain pula sekarang" 

Tulisan ini hanya sebagai  pelengkap informasi bahwa tempo doeloe masyarakat sekaligus menjadi pengawas dan pengawal marwah bagi kaum wanita agar tetap menjaga harkat diri dengan tidak menerima pria manapun bila suami tidak ada dirumah. Apalagi sampai chatting panjang lebar  dengan pria yang bukan suaminya. 

Tetapi takaran tentang kesantunan dan tentang hal hal yang dulu dianggap tabu ,sudah mengalami berbagai pergeseran. Dan kita tentu saja tidak berhak untuk menghakimi orang lain,karena setiap orang bebas menentukan jalan hidup masing masing

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun