Piring yang pecah pinggirnya atau sumbing, baik yang berasal dari tempat sampah rumah tangga maupun barang afkiran toko atau pabrik ini pertama-tama dibersihkan. Lalu dikeringkan. Kemudian dipotong dengan mengunakan sejenis alat yang mirip dengan pemotong kaca, hanya di sini dilengkapi dengan alat pengukur. Diwarnai, kemudian dipoles sana-sini, untuk lebih mewarnai karya seni hasil karya tangan tangan trampil para difabel ini.
Dalam waktu kurang dari satu jam, piring pecah yang semua sama sekali tak menarik dan tak berharga sepeserpun Sesudah di finishing touch lewat furnishing, kini berubah wujud menjadi benda seni yang mengaggumkan dan memiliki nilai jual yang tinggi.
Ujung pecahan pun tidak dibuang, karena masih akan dipotong dalam ukuran kecil-kecil dan akan disusun menjadi bunga dan hiasan lainnya. Praktis yang terbuang hanyalah kepingan halus dari piring piring pecah ini.
Pelajaran Moral dari Kaum Difabel
Salah seorang Difabel yang saya dekati, mengawali pembicaraan kami dengan mengatakan, "Call me Paul, because my real name is very difficult to remember,” Katanya, dengan matanya tetap menekuni pekerjaannya.
“In your country, maybe all the things like these is rubbish. But here, we can change them to become a value thing. Our destiny is almost the same with the broken plates. So do I, we are all disable here, but by worked very hard, we can change my life, from nothing to be an artist.”
“Panggil saja saya Paul. Kalau di negeri Anda, mungkin semua barang ini sudah dibuang, Karena diangggap sampah, namun di sini kami mampu mengubahnya menjadi barang seni yang berharga.
Nasib kami, hampir sama dengan nasib piring-piring pecah ini Karena kami adalah penyandang cacat yang mungkin dianggap orang tidak berharga. Tetapi dengan bekerja keras, kami bisa mengubah hidup kami, dari sosok yang tidak berguna, menjadi seorang Seniman."
Lama saya terdiam, kalimat yang diucapkan oleh Paul terasa menghujam masuk kerelung hati saya yang terdalam.
Menyadari betapa bebalnya prilaku saya selama ini. Yang hanya karena masalah kecil, terus berkeluh kesah kepada Tuhan.