Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hidup Penuh Hitung-hitungan, Menciptakan Dinding Penyekat

12 Juli 2019   16:28 Diperbarui: 12 Juli 2019   16:31 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://fabquote.co/thinking-too-much-quote

Manajemen Kehidupan 

Dalam berbisnis ,segala sesuatu dihitung hingga hal hal yang mendetail. Belajar dari berbagai kejadian,bahwa kapal besar bisa karam,hanya karena kebocoran kecil yang diabaikan dan dianggap sepele.  Sebagai contoh,bila profesi sebagai Produsen kue,maka sejak dari berbelanja bahan bahan yang diperlukan,biaya transportasi pulang pergi, bahkan kalau ada biaya parkir, juga wajib diperhitungkan.

Lebih lanjut ,berapa pemakaian listrik,air  dan hal hal lain yang berhubungan dengan pengeluaran ,harus diperhitungkan.Bahkan kalau uang yang digunakan sebagai modal berbisnis kue berasal dari gesekan Kartu Kredit,maka bunga uang juga harus diperhitungkan,sebagai biaya produksi.  Karena kalau menganggap hanya pengeluaran kecil dan diabaikan,maka keuntungan yang tercatat,merupakan keuntungan semu,karena ada pengeluaran lain yang tercecer dan tidak dimasukan. Hal ini akan menyebabkan bisnis kue yang dikelola tidak sehat. 

Ada Ruang Hidup yang Harus Bebas Dari Hitung Hitungan

Tetapi ada ruang hidup,yang harus bebas dari hitung hitungan ini,yakni ketika berhadapan dengan masalah kemanusiaan. Ketika berkunjung kerumah sahabat atau kerabat dan membawa oleh oleh berupa kue buatan sendiri, adalah berada diluar urusan bisnis.

Kalau masih dikaitkan dengan bisnis,maka dalam pikiran kita,akan  ada perhitungan, kalau  saya bawa 10 potong kue dan kue yang dibawa harga per potong adalah Rp.5.000 ,- maka dalam pikiran kita,modal berkunjung adalah Rp.50.000.-- Maka kita akan berharap,agar ketika pulang,tuan rumah atau nyonya rumah akan memberikan balasan berupa oleh oleh yang harganya setidak tidaknya setara dengan Rp.50.000.-- Syukur syukur ,anak anak yang kita bawa dikasih angpao Rp. 100.000 -- per anak,maka kita akan membawa pulang 2 x Rp.100.000-- = Rp.200.000. Nilai nominal Rp.200.000 - dikurangi "modal kue" Rp.50.000- maka masih ada "keuntungan"Rp.150.000.--

Tapi kalau tuan atau nyonya rumah,hanya mengucapkan terima kasih dan tidak "membalas" oleh oleh yang dibawa,maka dalam hati akan ada rasa kecewa,karena sudah "merugi" Rp.50.000.- Akibatnya,kunjungan persaudaraan ,menjadi tidak bernilai sama sekali  Contoh ini,mungkin tampaknya lucu,tapi bukan mengada ada,melainkan ditulis berdasarkan fakta yang terjadi dalam masyarakat kita,walaupun versinya berbeda.

Mungkinkah Bisa Bahagia Bila Tersandera Hitung Hitungan ?

Bila hal ini terus berlanjut,maka orang akan tersandera oleh hitung hitungan. Dan tidak akan mengunjungi teman dan sanak keluarga,bila dianggap hanya akan merugikan dirinya secara finansial. Akibatnya, terciptalah dinding yang menjadi penghalang orang merasakan kebahagiaan.Karena dalam pikiran dan hatinya,hanya menghitung untung dan rugi ,dalam setiap berinteraksi dalam masyarakat,maupun dalam urusan keluarga.Ada peribahasa dari Cina ,yang kalau diterjemahkan berbunyi:" Hanya orang yang  memiliki sifat :"cincai" yang bisa menikmati kebahagiaan hidup. "(Cincai artinya ketika memberi ya  memberi dan tidak menghitung untung rugi.Ketika menolong ya menolong,tanpa mengharapkan balasan dalam bentuk apapun" .

Kesimpulan: "Untuk meraih kebahagiaan tidak perlu menempuh jalan rumit ,cukup memiliki sifat "cincai".

Tjiptadinata Effendi 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun