Bukan Titel Yang Mengantarkan Orang Menjadi Sukses, Melainkan Sikap Mental
Tahun ini diperkirakan akan ada penambahan pengangguran terdidik baru  Angka itu diprediksi terus bertambah, karena 2017 jumlah pengangguran lulusan diploma dan sarjana di Indonesia, mencapai 1 juta jiwa.  (sumber: https://www.jawapos.com)
Hal ini membuktikan bahwa titel bukan karcis masuk ke gerbang kesuksesan hidup, melainkan sikap mental dan keberanian untuk mengambil keputusan serta siap bekerja keras untuk mencapai cita-cita hidup. Bagi orang yang hanya mendapatkan pendidikan setingkat SMA atau lebih rendah,bila ada lowongan pekerjaan ,akan langsung diterima.Â
Tapi lulusan sarjana ,memilih milih pekerjaan yang dianggap selevel dengan gelar sarjananya. Sehingga mengabaikan berbagai kesempatan untuk bekerja, karena dinilai tidak sesuai dengan harkat sarjana yang dimiliki. Â
Hal ini disebabkan karena sejak dari kecil banyak orang tua mendidik anak anak mereka, seakan menjadi Sarjana adalah tujuan satu satunya yang harus dicapai,tanpa mempersiapkan anak anak untuk menghadapi kenyataan hidup yang sesungguhnya
Akibatnya, dalam diri anak , terciptalah sebuah cara berpikir yang keliru yakni menggantungkan nasib pada selembar ijazah ,karena bermimpi bahwa dengan menyandang gelar Sarjana maka jalan untuk meraih kesuksesan sudah di depan mata.Â
Sehingga ketika berhadapan dengan kenyataan hidup yang bertolak belakang,menjadi kecewa dan frustasi,karena menemukan kenyataan pahit,bahwa gelar Sarjana ternyata tidak se sakti seperti yang dibayangkan
Di Australia Sejak SMA Anak Anak Sudah Kerja Paruh Waktu
Di Australia,sejak masih duduk di SMA anak anak sudah dibiasakan untuk kerja paruh waktu. Bukan karena orang tua mereka tidak mampu,melainkan untuk mempersiapkan anak anak menjadi Sarjana yang siap pakai begitu lulus sarjana. Mereka bekerja di toko roti, di mall atau di restoran KFC, maupun di Mc Donald dengan gaji berkisar antara 8 -12 dollar per jam. Cucu cucu kami,malahan sejak SMP sudah kerja paruh waktu di toko roti, walaupun cuma 3 atau 4 jam sehari.Â
Hal ini sama sekali tidak mengganggu waktu belajar buktinya cucu kami Dea Karina Putri sejak SMP sudah kerja di salah satu toko roti di Joondalup. SMA ia bekerja di tempat lain dan hingga duduk dibangku kuliah masih terus kerja paruh waktu. Ternyata waktu yang digunakan untuk bekerja sama sekali tidak menghambat kuliahnya.Â