Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tidak Ada Kejadian yang Tanpa Sebab, Benar atau Salah?

1 Juli 2019   16:16 Diperbarui: 1 Juli 2019   16:41 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi docplayer.info / Nezi Hidayani

Barang barang yang Tersusun Rapi di Gudang, Tanpa Sebab Runtuh Semuanya

Percakapan yang senada dengan sub judul di atas, mungkin sudah sangat sering kita dengarkan atau bahkan mengalaminya. Tidak ada  hujan dan angin tiba-tiba sebatang pohon tumbang dan menimpa sebuah rumah. Apakah benar ada suatu kejadian yang tanpa sebab? Sebelum memberikan jawaban, izinkanlah saya menceritakan sebuah pengalaman yang mengerikan, yang saya saksikan dengan mata kepala sendiri. Sebelum saya alih profesi dari seorang guru dan penjual kelapa, menjadi seorang Pengusaha, saya bekerja selama dua tahun di salah satu perusahaan ekspor dan ditugaskan di bidang produksi. Artinya pekerjaan utama saya sejak dari pagi hingga sore adalah di gudang produksi. 

Barang-barang yang merupakan komoditas ekspor berupa biji kopi dan kulit manis yang dibeli dari para pelanggan dari berbagai kampung disortir dan dijemur. Kemudian barang yang ready for ekspor tersebut dikarungkan dan dijahit rapi, serta diberi merek, sesuai permintaan Pembeli. Suatu sore, ketika saya sedang mengontrol para pekerja yang terdiri dari wanita yang tugasnya menyortir dan pria tugasnya mengangkat dan menyusun barang-barang, tiba-tiba "tanpa sebab", tidak ada gempa dan tidak ada badai, barang-barang yang sudah dipacking dan tersusun rapi di dinding gudang runtuh. 

Kejadiannya begitu cepat, sehingga saya dan semua yang bekerja di sana tidak sempat untuk menyelamatkan diri. Pada saat itu terdengar jeritan yang mengerikan dari para pekerja wanita. Selang beberapa saat, ketika semua barang yang tersusun disana sudah runtuh semuanya, maka walaupun tulang rusuk saya rasanya ada yang patah, terkena benturan barang yang beratnya sekitar 50 kilogram, namun tidak saya pedulikan karena harus menolong para pekerja wanita yang tertimpa barang. Saya dan para pekerja pria berusaha untuk memindahkan barang-barang tersebut agar dapat menyelamatkan pekerja wanita yang sedang duduk menyortir barang disana. 

Seorang wanita yang sudah cukup tua, bernama Erna, tidak bisa bergerak, walaupun masih sadar, sedangkan yang lain, hanya luka luka ringan. Wanita ini terus dilarikan kerumah sakit terdekat, bersama dengan beberapa yang terluka ringan. Namun bu Erna tidak tertolong lagi.

Ilustrasi docplayer.info / Nezi Hidayani
Ilustrasi docplayer.info / Nezi Hidayani


Di Gudang Ada Hantu?
Maka hebohlah semua para pekerja, yang menganggap bahwa di gudang ada hantunya dan perlu dipanggil pawang hantu agar tidak mengganggu lagi agar jangan sampai ada korban yang jatuh lagi. Tapi tugas saya tentu bukan melayani usulan ini. Karena sebagai Kepala Gudang saya bertanggung jawab terhadap apapun yang terjadi, termasuk musibah yang menyebabkan meninggalnya bu Erna. 

Seluruh biaya rumah sakit dan lain lainnya ditanggung oleh perusahaan di mana saya bekerja. Dan tugas saya adalah mewakili perusahaan mendatangi keluarga korban. Ketika saya tiba di kampung di mana bu Erna tinggal, seluruh mata memandang saya dengan geram dan penuh kemarahan. Rasanya saya mau disobek sobek. Tapi inilah saatnya saya menunjukkan tanggung jawab saya. Saya menyalami anak almarhum yang saya kenal. Ia menatap mata saya sesaat dan kemudian mengulurkan tangan, menerima jabatan tangan saya. Saya lega.

Kemudian saya duduk bersila di antara para anggota keluarga almarhumah. Menyampaikan ucapan belangsungkawa dari perusahaan. Namun tidak langsung diterima. Seorang tetua kampung berdiri dan bertanya: "Apakah anda maksudkan uang ini untuk pengganti nyawa orang tua kami?" Katanya dengan mata yang menatap tajam kearah saya. 

Saya mencoba setenang mungkin dan menjawab: "Bukan pak. Ini musibah, yang sama sekali kita tidak inginkan. Saya sendiri kena Pak." Sambil mengangkat baju saya dan memperlihatkan rusuk saya membiru dan bengkak. Semua mata melihat ke arah saya. Menyaksikan rusuk saya bengkak dan biru, sorot mata yang tadinya bagaikan harimau yang siap mencabik cabik saya, tiba-tiba berubah menjadi lebih tenang. 

Kemudian, saya melanjutkan pembicaraan, bahwa uang ini adalah merupakan uang duka dari perusahaan. Tapi seandai pihak keluarga tetap ingin melanjutkan melapor ke Polisi, dipersilakan. Semua diam dan sesaat kemudian terdengar anak bu Erna almh. berkata: "Tidak usah dilanjutkan pak. Kami percaya semua ini adalah musibah. Niat baik perusahaan kami terima dan urusan kita anggap selesai."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun