Sekali Kita Menuliskan Kebohongan. Maka Kebohongan  Tersebut Akan Terpatri Dalam Ingatan Orang
Sebagaimana mata adalah jendela jiwa, maka tidak berlebihan bila dikatakan bahwa setiap tulisan yang di postingkan, sekaligus disertai oleh gambaran jati diri kita.Â
Karena itu, perlu sangat hati-hati dalam menulis. Karena sekali terlanjur menuliskan kebohongan, maka tidak akan pernah dapat ditarik lagi. Walaupun ketika sadar, tulisan yang terlanjur terpublish dihapus, tapi kita tidak mungkin dapat menghapus, apa yang sudah terekam dalam ingat pembacanya. Kalau meminjam peribahasa tempo dulu: "Sekali anak panah lepas dari busur, maka tidak akan pernah dapat dikejar lagi."
Hidup Penuh dengan Penilaian
Hidup ini penuh dengan penilaian penilaian. Ketika kita menilai orang lain, kita tidak sadar bahwa orang lain juga sedang menilai diri kita. Secara umum, dapat dikatakan bahwa sebuah tulisan mengimplementasikan kondisi batin penulisnya, yang dapat dibaca dan dirasakan oleh setiap pembaca. Walaupun sudut pandang dan pengolahan data yang masuk, mungkin tidak sama pada setiap orang, namun setidaknya menampilkan gambaran sebagai berikut, yakni ada yang bernilai positif dan tentu ada juga yang sebaliknya.
Yang terbaca melalui berbagai rubrik antara lain, menampilkan suasana hati penulisnya, melalui kanal wisata dan gaya hidup. Menyampaikan rasa hati lewat puisi, serta keceriaan hati melalui tulisan yang bersifat humor positif. Yang secara garis besar merupakan cetusan isi hati penulisnya baik menggambarkan suasana hati penulisnya yang sedang ceria atau dirundung kesedihan.Â
Selanjutnya dengan menampilkan cuplikan kisah kisah hidup sejati, penulisnya berharap akan dapat menjadi inspirasi dan syukur syukur sekaligus memotivasi para pembacanya, untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Bahkan sesungguhnya, tidak hanya terpancang pada sebuah hasil karya tulis seseorang, bahkan dari sebuah komentar yang kita tuliskan, di sana sudah terbawa secuil gambaran tentang diri kita.
Sejujurnya, saya banyak belajar. Bagaimana memberikan komentar yang berbobot. Kalau selama ini, komentar saya bernada sama, yakni: "Terima kasih dan salam hangat," maka belakangan ini sebelum menuliskan komentar, saya mencoba menghayati secara maksimal, esensial dari sebuah tulisan. Hanya saja, terkadang saya gagal memaknai kata kata yang terlalu canggih bagi saya, sehingga tidak saya pahami, maka dengan terpaksa sya kembali kepada komentar standar gaya pribadi saya.
Tulisan Adalah Instrumen JiwaÂ
Walaupun sebuah tulisan dalam dikemas dan disusupkan ke semua kanal dan dibungkus dengan berbagai  warna, namun orang dapat menilai dan membaca jiwa penulisnya dikanal manapun tulisannya disisipkan. Jari-jemari kita hanyalah instrumen dari jiwa kita. Yang sesungguhnya menulis adalah jiwa kita.
Maka dengan membaca tulisan kita, maka setiap orang dengan bebas memberikan penilaian terhadap diri kita. Hal ini juga terjadi sebaliknya, dengan membaca sebuah tulisan maka kita juga sudah mendapatkan gambaran dari diri penulisnya. Walaupun penilaian bersifat relatif, terpulang pada pribadi masing-masing.
Yang penting, kita sudah menulis sesuai dengan panggilan jiwa kita.
Tjiptadinata Effendi