Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terus Terang yang Menyebabkan Berakhirnya Sebuah Kehidupan

19 November 2018   19:25 Diperbarui: 19 November 2018   19:35 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi:mozaik.com

Secara umum.terus terang adalah manifestasi dari sebuah kejujuran,yang tentu saja ,patut diapresiasi. Secara teori sangat mudah menasihati diri sendiri dan orang lain agar mau berterus terang,untuk menyatakan bahwa diri kita bukanlah orang yang plin plan. Atau seperti kata pribahasa :" Lain pulut,lain pula nasi ",yang dikiaskan pada orang yang berbicara dengan mengunakan taktik, "lips service" yang manis kedengarannya,namun sesungguhnya dalam hatinya tidak seperti apa yang dikatakannya.  

Akan tetapi ,hidup itu tidak semudah menjelaskan tentang ilmu matematika ,yakni 2 +2 =4 atau 2X2 =4. Hidup penuh dengan pernak pernik ,yang perlu mendapatkan pertimbangan akal budi dan sekaligus pertimbangan hati. Kalau terus terang mengaku telah berbuat kesalahan dan meminta maaf,tentu meerupakan suatu hal yang patut diapresiasi.

Akan tetapi ,terus terang yang kebablasan,bisa menyebabkan melukai hati orang lain atau melukai hati kita sendiri,bahkan bisa jadi melukai kedua belah pihak. Misalnya dalam hal memberikan penilaian terhadap kinerja seseorang,maupun terus terang mengenai penampilannya. 

Satu kalimat yang terlanjur diucapkan,saking ingin berterus terang,boleh jadi akan menyakiti hati orang seumur hidupnya. Misalnya ,ketemu sahabat lama dan kita  berterus terang, "Wah, saya sama sekali tidak mengenal anda lagi,karena wajah dan penampilan anda sudah seperti kakek kakek usia 80 tahun".

Walaupun mungkin yang kita katakan adalah sebuah kenyataan,bahwa tampangnya memang sangat menyedihkan,namun pasti ,satu kalimat yang terlontar dari mulut kita,akan bagaikan sebuah tombak yang menghujam kedalam hatinya.

Kembali ke Topik Tulisan

Sore ini, ketika duduk santai sambil membuka laman album kenangan lama,tiba tiba pandangan mata saya terhenti pada sebuah wajah,yakni wajah dari cucu sahabat saya yang sudah almarhum, Namanya Laila. (bukan nama sebenarnya). Yang sekeluarga, sejak dari kakek neneknya,hingga ayah bundanya kami kenal baik dan dulu saling berkunjung. 

Bahkan sejak kakeknya meninggal,Laila semakin sering berkomunikasi pada saya via WA. Bercerita tentang pekerjaannya,tentang gangguan kesehatannya,yang sudah mulai membaik. Bahkan hingga hal hal yang bersifat pribadi,diceritakan ,karena sudah menganggap  saya sebagai pengganti kakeknya yang sudah tiada.

Sebaiknya Terus Terang atau Didiamkan Saja?

Suatu hari Laila,mengirim pesan panjang lebar.Kali ini tidak lagi melalui pesan pesan di WA,melainkan masuk ke email saya. Intinya ,Laila sudah menemukan pria idamannya dan  pria tersebut sudah sangat serius ingin menikahinya. 

Bahkan sudah diperkenalkan kepada keluarga.Tentu saja,kami juga ikut berbahagia,karena Laila sudah menemukan  jodohnya seorang pria yang  menurut Laila ,bukan hanya ganteng, tapi sudah mapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun