Popularitas Diri Bisa Menyebabkan Orang Mabuk
Bukan hanya para selebritis atau politikus yang seringkali dibikin mabuk kepayang oleh popularitas diri,tapi orang orang awam, yang jauh dapat dikategorikan sebagai selebritis atau politikus,tidak jarang ikut terjebak dan mabuk oleh rasa popularitas diri. Dalam takaran mini selalu disambut dengan antusias, diberikan tempat terhormat, bahkan setiap kata yang keluar dari mulutnya,akan dianggap sebagai petuah.Â
Senantiasa menjadi pusat perhatian,dimintai nasihat dan dipuj, serta disanjung,bila tidak disikapi dengan bijak,bisa menyebabkan orang mabuk. Merasa diri dihormati ribuan orang menyebabkan orang menjadi lebih betah berada dalam lingkungan dimana ia dipuja dan dipuji ketimbang dalam rumah tangga sendiri. Didalam kehidupan berkeluarga,juga ingin menjadi pembicara tunggal.Tidak memberikan kesempatan kepada istri dan anak anak untuk menyampaikan uneq uneq ataupun saran, karena  merasa,semuanya itu tidak penting.
Apapun alasan mabuk, hasilnya sama,yakni membuat orang lupa diri dan tidak mampu lagi berpikiran jernih,serta selalu menempatkan diri sebagai tokoh yang terpenting
Jangan Lupa Bahwa Suatu Waktu Gebyar Gebyar Kehidupan Akan Berakhir
Tidak ada pesta yang tidak berakhir.Begitu juga gemerlapnya panggung kehidupan atau gegap gempitanya gebyar puja puji terhadap diri kita,suatu waktu akan memudar dan kemudian padam. Disaat saat seperti ini,satu persatu orang yang dulunya memberikan sanjungan terhadap diri kita ,mulai meninggalkan kita secara perlahan namun pasti.
Ibarat pertunjukan yang sudah usai,hanya menyisakan panggung kosong dan pemainnya.Semua orang yang tadinya memberikan applaus dan tepuk tangan meriah,kini sudah tidak ada lagi yang tersisa.
Baru Sadar Bahwa Pasangan Hidup Yang Tetap Setia
Dalam kondisi ini,maka orang yang tadinya ,selalu tampil dipentas,dinomor satukan ,bahkan menjadi pusat perhatian,setelah tidak lagi mendapatkan panggung,maka sambutan yang dulunya begitu antusias, kini sirna secara total. Ketika hadir lagi dalam pertemuan,ia hanya merupakan salah satu dari antara hadirin lainnya. Mencari tempat duduk sendiri dan tidak ada lagi kesempatan untuk berbicara didepan,karena sudah ada orang lain yang menempati panggung kehormatan.
Kenyataan pahit ini,baru menyadarkan,bahwa orang yang terakhir dengan setia mendampingi dirinya adalah keluarga dan pasangan hidup. Bahkan disaat saat menua, ketika diri tidak lagi dilirik orang,maka pasangan hidup kitalah yang tetap setia menjadi penopang hidup.