Seingat saya,sejak tahun 1960,ketika saya masih duduk di SMA don Bosco di Padang, tanggal 6 April setiap tahun,diperingati sebagai Hari Nelayan secara nasional. Tapi saya amat yakin,bahwa sebagian besar dari nelayan ,malah tidak tahu bahwa hari ini adalah Hari Nelayan.Â
Karena bagi mereka menjala ikan,adalah jauh lebih penting,ketimbang ikut merayakan sesuatu yang bagi mereka tak bermakna apapun.
Bahkan ketiga bulan lalu,saya diajak makan ikan oleh keponakan kami Rukiat,di tepi pantai ,saya masih menyaksikan  pemandangan yang sama seperti masa dulu. Apa yang disebut rumah,sesungguhnya jauh dari layak untuk disebut rumah .Tapi anehnya,hingga saat ini,kondisi mereka ,sepertinya sama sekali tidak tersentuh oleh perhatian pemerintah setempat.
'Pukek' atau pukat adalah cara menjala ikan tradisional yang sudah ada sejak tempo dulu. Masih dijaga kelestariannya oleh warga Kota Padang yang berdomisili di sekitar pantai Padang Pantai yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia ini menyimpan sejuta kisah hidup anak anak nelayan yang mungkin tidak banyak orang yang tahu.
Kini,yang masih mampu bertahan,sudah sangat sedikit.Hanya karena  pekerjaan menjala ikan dengan "pukek"ini sudah mendarah daging dalam dir mereka.Sehingga walaupun sama sekali tidak menjanjikan nasib yang lebih baik,namun mereka tidak punya pilihan lain.
Menyaksikan kulit mereka yang kering dan gersang tersengat sinar mentari setiap hari dan wajah wajah yang jauh lebih tua daripada usia mereka sesungguhnya sebebal apapun perasaan seseorang,pasti akan terbit rasa iba,menyaksikan kehidupan mereka. Hidup di gubuk yang hampir roboh dan dilamannya tergenang air,sudah merupakan hal yang sangat biasa bagi mereka.