Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Wariskan Kebencian dan Permusuhan pada Anak-anak Kita

9 April 2017   19:53 Diperbarui: 11 April 2017   02:00 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Mengapa mewariskan rasa permusuhan dan kebencian kepada anak anak kita? Mengapa begitu teganya orang tua membebani jiwa anak anak mereka sejak kecil,dengan rasa permusuhan dan kebencian? Hingga saat ini,belum ada yang dapat menjawabnya dengan tuntas.

Balas Dendam ,Akan Menciptakan Musuh Turun  Temurun
Balas membalas dendam,tidak hanya ditemukan dalam kisah dunia persilatan ,karangan Kho Ping Hoo,dimana anak membalas dendam ,dengan membunuh orang yang sudah membunuh ayahnya. Ia tidak peduli dan tidak merasa perlu mengetahui,mengapa ayahnya meninggal.Apakah memang dibunuh atau karena telah terjadi kecelakaan. Yang ada dalam benak sianak,siapa yang menjadi penyebab kematian ayahnya,harus mati.Setelah berhasil membalaskan dendam orang tuanya,maka si anak akan bersujud didepan makam orang tuanya dan berkata:"Ayah dan Ibu, anakmu sudah membalaskan dendam kalian".Ada rasa puas dan bangga dalam diri si anak,karena telah mampu membalaskan dendam orang tuanya.

Dikemudian hari,ketika anak musuhnya sudah dewasa,akan mencari dirinya dan berakhir juga dengan pembunuhan. Bunuh membunuh,merupakan mata rantai yang tak terputuskan hingga turun temurun.
Dalam Kehidupan Nyata

Dalam kehidupan nyata,memang tidak sampai terjadi pembunuhan secara phisik,tapi balas membalas dan permusuhan berlanjut,hingga beberapa kali turun temurun. Tidak jarang orang orang yang masih terikat hubungan kekeluargaan yang masih sangat dekat,terjebak oleh permusuhan berantai ini.
Penyebabnya adalah karena kebanyakan orang tidak merasa perlu mencari tahu mengapa atau apa sebabnya dan sama sekali tidak memikili niat baik untuk mengakhiri permusuhan tersebut.Padahal yang diperoleh dari balas dendam ,hanyalah kepuasan semu,karena sudah berhasil membalas sakit hati pribadi,maupun mewakili keluarganya.
Menurunkan Warisan Permusuhan Pada Anak Anak
Tidak jarang kita mendengarkan,orang tua,entah sadar ataupun tidak,menurunkan warisan permusuhan kepada anak anak mereka yang masih kecil,dengan melarang anak anak mereka bergaul dengan keluarga yang selama ini dianggap musuh.Dan tidak jarang,dibumbuhi dengan pendapat pribadi,untuk memberikan penekanan penekanan,bahwa keluarga tersebut memang patut dimusuhi
Lupa,bahwa dengan menanamkan bibit permusuhan dan kebecencian pada anak anak ,jiwa mereka sudah dibebani . Mereka tidak lagi bebas dalam menikmati masa kanak kanak dan remaja dengan ceria dan tawa,karena sudah dirancuni dengan warisan permusuhan dan kebencian oleh orang tua,yang seharusnya melindungi dan membimbing anak anak mereka kejalan yang benar
Tidak Percaya?

Pernah menyaksikan dari dekat tawuran anak anak yang berbeda etnis? Apa yang mereka teriakan,adalah menyebut nama etinis tertentu dan dilengkapi dengan nama nama yang diadopsi dari kebun binatang.... .".......babi....!" atau "......unta!" . Sesungguhnya mereka sama sekali tidak tahu apa yang mereka teriakan,namun merasa bangga ,karena sudah memenuhi "harapan" orang tua mereka,yakni membenci etnis atau komunitas tertentu.
Mengapa Kita Lakukan?

Mengapa tindakan konyol seperti ini,masih terus dilestarikan? Apa yang didapat dari hasil sebuah kebencian,terhadap kelompok,komunitas atau etnis tertentu? Yang lebih menyedihkan lagi,yang melakukan bukanla anak anak jalanan yang tidak berpendidikan,melainkan dari keluarga baik baik dan terpandang.
Kalau terlalu sulit bagi kita mewariskan budi pekerti yang baik terhadap anak anak kita,minimal janganlah mewariskan kepada mereka kebencian dan rasa permusuhan


Semoga damailah Indonesia kita!
Tjiptadinata Effendi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun