Mohon tunggu...
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan praktisi pendidikan

Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Pendidikan terakhir S2 di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis dalam genre puisi, cerpen, artikel/esai/opini. Beberapa bukunya telah terbit. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu buku terbaik tk. nasional versi Hari Puisi Indonesia tahun 2016. Tinggal di Ngawi dan bisa dihubungi melalui email: cahyont@yahoo.co.id, WA 085643653271. No.Rek BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n.Tjahjono Widarmanto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merajut Nasionalisme Melalui Moderasi Beragama

29 September 2020   06:40 Diperbarui: 29 September 2020   06:49 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernyataan Soekarno hampir seabad silam itu, perlu digaungkan kembali, karena pada realitanya saat ini bangsa Indonesia sedang mengalami krisis prinsip hormat-menghormati. Pilar-pilar kesatuan mengalami pelapukan bahkan pengeroposan. Kebersamaan bangsa robek dan terluka oleh berbagai sikap radikal dan intoleran. Media sosial yang semestinya menjadi benang perajut persatuan bangsa justru ternyata telah menjadi media menyebarkan cibir, curiga, kebencian, amarah, fitnah, teror, bahkan ajang pembunuhan karakter.

Konsep moderasi bisa dilekatkan pada semua basis agama. Istilah moderasi itu sendiri berasal dari Bahasa Latin moderatio yang secara leksikal bermakna "kesedangan" (tidak berkelebihan dan tidak kekurangan). Secara luas mempunyai arti penguasaan diri dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan (Litbang Kemenag, 2019).

 Moderasi beragama harus bertumpu pada prinsip (1) humanisme, (2) inklusif, (3) adil, dan (4) toleransi. Prinsip humanisme artinya dalam menanamkan moderasi beragama harus berbasis nilai-nilai kemanusiaan (humanitas) yang bersifat universal, yang lintas religi, lintas masyarakat, dan lintas kultural. 

Prinsip inklusif artinya menempatkan diri dalam sudut pandang orang lain atau kelompok lain, itu berarti menghormati dan menghargai berbagai arus pemikiran dan pandangan dalam memandang sebuah persoalan. Prinsip toleransi adalah  sikap untuk saling memberikan ruang tanpa mengganggu hak orang lain. Toleransi mengacu pada karakter saling menghormati, terbuka, sukarela, lapang dada dan kelembutan dalam menerima perbedaan.

Upaya moderasi beragama bukanlah sesuatu yang mudah, diperlukan kerja besar, bertahap dan berkesinambungan. Moderasi beragama bisa menjadi salah satu solusi strategis untuk merajut kembali nasionalisme ****

DAFTAR BACAAN

Anderson, Benedict. 2001. Imagined Communities;Komunitas-Komunitas Terbayang.Yogya: Pustaka Pelajar

Arief, Syaiful.2018. Islam, Pancasila, dan Deradikalisasi, Meneguhkan Nilai Keindonesiaan.Jakarta: Gramedia

Aziz, Munawir.2017. Merawat Kebinekaan: Pancasila, Agama dan Renungan Perdamaian. Jakarta: Gramedia

G.Kelass, James.(tanpa tahun). Pasang Surut Nasionalisme. Jakarta: -

Mohamad, Goenawan.2017.Pada Masa Intoleransi.Yogya: Ircisod

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun