Tarik-menarik Nasionalisme-Globalisasi- Etnonasionalisme-Primordialisme
Nasionalisme menghadapi tantangan besar dari pusaran globalisasi. Nasionalisme sebagai  basic drive bangsa Indonesia sedang diuji ketangguhan dan fleksibilitasnya, dalam arti kemampuannya untuk berubah atau beradaptasi sehingga tetap akurat dalam menghadapi tantangan zaman. Nasionalisme dituntut untuk bermetamorfosis saat globalisasi memaksa individu-individu melepaskan diri dari keterikatannya dengan nation state.
Globalisasi telah melahirkan proses deteritorialisasi yang menghapus keterikatan individu dengan wilayah dan negaranya. Identitas budaya yang bisa menjadi perangkai identitas komunal yang merekat keterikatan dengan negara-bangsa telah retas karena muncul kebudayaan baru yang tidak lagi berangkat dari identitas sendiri.Â
Setiap individu menjadi dan mengonsumsi identitas yang lain, sehingga identitas nasional menjadi kabur. Nasionalisme pun sebagai sebuah ideologi menjadi sangat kabur sejalan mengaburnya identitas nasional digantikan identitas global. Boleh dikatakan telah muncul nasionalisme global yang tak lagi dibatasi teritorial bangsa-negara.
Uniknya, di tengah proses mengglobal ini muncullah kesadaran baru yang berlawanan bahkan antitesis dengan proses mengglobal ini, yaitu penguatan identitas lokal yang semakin intensif. Â Muncullah nasionalisme baru yang merupakan tandingan atau perlawanan terhadap nasionalisme global, yaitu etnonasionalisme-primordialisme. Etnonasionalisme-primordialisme ini muncul sebagai kesadaran lokal yang mengarusutamakan kepentingan lokal dibanding kepentingan nasional. Etnonasionalisme-primordialisme ini semakin mencuat saat dipergunakannya politik identitas dalam praktik berpolitik. Etnonasionalisme mencuatkan kepentingan kesukuan dan kedaerahan (misalnya gerakan Papua Merdeka), sedangkan primordialisme bisa muncul dalam bentuk radikalisme beragama.
Situasi ketegangan dan tarik menarik ini tentu saja memiliki resiko tercabiknya kehidupan berbangsa dan negara. Namun fenomena tersebut tak dapat dihindari dan harus dihadapi oleh semua bangsa, pun tak terkecuali Indonesia.
Perlu disadari bahwa nasionalisme global dan etnonasionalisme-primordialisme tak dapat dihindari sebagai dampak dunia global karena merupakan proses sejarah yang tak terelakkan. Nasionalime Indonesia baru, tak bisa memaksakan diri memilih di antara keduanya. Yang bisa dilakukan adalah menjaga nasionalisme agar tidak tercabik dalam tarikan ekstrem tersebut.
Moderasi Beragama sebagai Upaya Merajut Nasionalisme
Untuk menjaga nasionalisme agar tidak berada dalam tarikan ekstrem globalisasi- Â etnonasionalisme-primordialisme bisa diupayakan dengan berbagai hal. Di antaranya melalui gerakan moderasi beragama. Gerakan moderasi beragama bisa menjadi upaya merajut nasionalisme bukanlah sebuah utopia. Gerakan moderasi bergama sangat dimungkinkan karena spirit ketuhanan telah menjadi bagian yang utuh sejak awal pertumbuhan bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara dilandasi oleh kesadaran berketuhanan, yang dikatakan oleh Soekarno sebagai 'menyusun Indonesia merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa'. Soekarno mengatakan," Prinsip ketuhanan...Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara leluasa.Â
Segenap rakyatnya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada egoisme agama. Hendaknya negara Indonesia adalah satu negara yang ber-Tuhan! Marilah kita amalkan jalan agama, dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain."