Mohon tunggu...
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan praktisi pendidikan

Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Pendidikan terakhir S2 di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis dalam genre puisi, cerpen, artikel/esai/opini. Beberapa bukunya telah terbit. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu buku terbaik tk. nasional versi Hari Puisi Indonesia tahun 2016. Tinggal di Ngawi dan bisa dihubungi melalui email: cahyont@yahoo.co.id, WA 085643653271. No.Rek BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n.Tjahjono Widarmanto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Literasi dan Tumbuhnya Benih Kebangsaan

28 September 2020   20:30 Diperbarui: 28 September 2020   20:36 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap kebangkitan bangsa di manapun di muka bumi ini selalu berawal dari gerakan intelektualitas. Itu berarti kebangkitan suatu bangsa bermula dari kebudayaan. Cikal bakal kesadaran intelektual  dimulai dari sebuah keterpesonaan kepada "tanda". Tanda yang berwujud sebagai bahasa inilah yang menjadi pemantik bagi tumbuhnya benih api kebangsaan.

Tanda berupa bahasa ini disabdakan oleh Martin Heidegger sebagai "Language is the house of being". Bahasa sebagai sebuah 'rumah tanda' house of being,  tentu saja tak hanya sekedar dimaknai sebagai alat verbal komunikasi baik lisan maupun tulis, melainkan harus dimaknai sebuah wacana keberaksaraan atau pertarungan literasi yang diperdebatkan dalam opini publik.

Melalui bahasa, melalui keberaksaraan atau bermula dari lirearasilah sebuah wacana atau ide diekspresikan, ditawarkan, diperdebatkan dan diusung dalam ruang publik kegiatan intelektualitas. 

Sehingga benar kata Yudhi Latif (2008) bahwa upaya perjuangan dan kebangkitan bermula dari bebenah kata: melalui lorong bahasa dan susastra. Dengan kata lain, melalui literasilah benih kebangsaan ditebarkan dan dirumuskan..

Partha Chatterjee seorang pemikir nasionalis India dan Reynaldo Ileto dari Filipina menegaskan bahwa kebangkitan sebuah nasionalisme tidak (hanya) bergantung pada mesiu, diplomasi, dan gerakan revolusi, namun juga pada emosi Dionysian (passion)  dan keterpikatan pada pancaran puisi dan daya kata. 

Sejarah kebangkitan kebangsaan merupakan sebuah gelombang sejarah yang melalui fase permulaan (persiapan), fase pembentukan, dan fase pematangan. Di sepanjang fase-fase itu peran bahasadan literasilah yang  menjadi panglimanya.

Jurgen Harbemas menegaskan bahwa pembentukan tradisi intelektulitas modern di Eropa Barat merupakan penanda dari kemunculan ruang publik yang berawal berpusar di sekitar wacana kritis mengenai karya sastra yang berorientasi pada penikmatnya yang berlangsung di lembaga-lembaga sosial yang baru bermunculan seperti jurnal, kedai kopi, majalah, dan komunitas-komunitas tertentu. Ruang publik ini merupakan sebuah wahana bagi komunitas para kaum intelektual. 

Dalam ruang publik itulah individu-individu berdebat, berbincang, dan menimbang bahkan mempertentangkan secara bebas berbagai wacana yang rasional. 

Dari perjumpaan dan perdebatan kritis itulah mereka menyatu menjadi sebuah kelompok yang memiliki kekuatan kohesif yang kelak melahirkan pemikiran dan kekuatan politik yang tangguh. Ternyata hal yang sama terjadi juga di belahan dunia manapun termasuk Indonesia dengan kelahiran Budi Utomo, Indonesia Muda, Sarikat Islam, dan sebagainya.

Di Indonesia kebangkitan literasi yang mengungkit pula gairah kebangsaan tidak bisa dilepaskan dari kelompok intelektual (dalam hal ini di saat itu peran profesi guru sangat menonjol karena dalam profesi inilah bibit-bibit intelektual bermunculan) yang mempromosikan wacana kebangsaan dan kemajuan. 

Kelompok intelektual ini menyebarkan dan memperdebatkan pandangan dan pemikiran mereka pada majalah-majalah seperti Soeloeh Pengadjar (terbit 1887), Taman Pengadjar (1899-1914), Indonesia Moeda, Bintang Hindia (1902), Sinar Djawa (1914), sampai pada kemunculan Balai Pustaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun