Penulis adalah seorang kreator. Wilayah penulis adalah wilayah kreativitas. Sebagai kreator, penulis sama kedudukkannya dengan seniman. Seperti juga seniman, wilayah penulis sangat luas, terbuka bahkan tak terbatas. Kenyataannya banyak hal bahkan segala hal bisa diekspresikan menjadi sebuah tulisan.
Menulis adalah seni, apapun genrenya. Prosa fiksi adalah seni. Puisi adalah seni. Resensi adalah seni. Esai adalah seni. Bahkan tulisan ilmiah pun adalah seni.
Tentu saja kadar seni masing-masing genre berbeda. Prosa fiksi kadar seninya berbeda dengan puisi. Kekuatan seni pada puisi dan prosa berbeda.
Pada prosa, mungkin saja kekuatan dan kadar seninya terletak pada alur, tokoh, latar dan karakter, sedang puisi kekuatan seninya terdapat pada simbol, irama, diksi dan imaji. Resensi dan esai juga memiliki kadar dan kekuatan seni yang berbeda walaupun berpijak pada hal yang sama yaitu seni mengungkapkan opini dan pemaparan.
Tulisan ilmiah pun adalah seni, yaitu seni dalam mengetengahkan argumen, seni dalam menata penarikan kesimpulan serta seni menyakinkan dan mempersuasi pembacanya untuk sepakat terhadap logika yang disodorkannya.
Kekuatan seni dalam prosa fiksi, puisi, resensi, esai dan tulisan ilmiah tidak bisa diperbandingkan. Ibarat lagu dan musik, tentu saja tidak bisa membandingkan seni pada musik dangdut dan estetika pada musik jazz.
Seorang penulis yang baik tentunya harus tuntas dalam teknik menulis. Seperti seorang pelukis sebelum melukis surealisme atau realisme dia harus lulus dan tuntas dalam teknik melukis bentuk dan sketsa, pun demikian dengan penulis, segala hal yang berkaitan dengan teknis menulis seperti ejaan, penggunaan tanda baca, semantik, tata kalimat, tata paragraf harus sudah tuntas tas!
Setelah tuntas dalam persoalan teknis menulis, seorang penulis harus berhasrat melakukan "poligami". Arti poligami dalam tulisan ini adalah mau menulis tidak dengan hanya satu jenis dan satu bentuk tulisan tapi berbagai bentuk tulisan.
Seorang penulis penyair yang mencintai puisi, harus juga mencintai prosa, esai misalnya. Seorang esais harus berani pula untuk mencoba dan menyukai menulis cerpen.
Sebagai contoh, bisa dilihat proses kreatif Chairil, Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohamad atau Rendra.
Chairil adalah penyair yang tak perlu diragukan lagi namun dia pun seorang esais yang mumpuni. Sapardi menulis puisi dengan indah namun juga menulis kritik dan esai yang sama bagusnya dengan puisinya.