Mohon tunggu...
indra
indra Mohon Tunggu... Wiraswasta - karyawan malas yang ingin merdeka dan punya usaha sendiri

benar menurut saya, benar menurut anda, dan kebenaran sejati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mulai Terancamnya Bahasa Ngapak

9 Desember 2018   16:21 Diperbarui: 9 Desember 2018   16:21 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

kowe arep aring ngendi, dadi bocah ora usah kemlatak... adalah beberapa penggalan kalimat bahasa jawa ngapak, ya bagi sebagian orang terutama di kota kota besar seperti JAKARTA dialek bahasa ini terdengar lucu, bahasa ngapak sendiri dituturkan oleh beberapa kabupaten di jawa tengah seperti cilacap, kebumen, brebes, tegal, banyumas, purbalingga, banjarnegara dan sebagian pemalang. cirebon sendiri berbahasa hampir mirip dengan bahasa ngapak namun sedikit berbeda cara pengucapan ataupun kalimat artiannya,

 Bahasa Jawa dikenal dengan penuturan bahasa yang berjenjang bergantung lawan bicara yaitu Kromo dan Ngoko. Di samping itu, bahasa bagi orang Jawa adalah tentang bagaimana tutur kita mewakili sikap dan alam berpikir kita. Rakyat diharuskan menggenggam simbol, tata krama, unggah-ungguh sebagai simbol kekuasaan kerajaan. Namun bahasa ngapak mampu bebas dari bayang-bayang dialek Yogyakarta. Menurut buku Banyumas: Sejarah Budaya dan Watak yang ditulis Budiono Herusatoto, lokasi daerah berbahasa ngapak yang jauh dari pusat kekuasaan membuat budaya yang ada di masyarakat masih jarang yang terpengaruhi budaya ningrat. Masyarakat penutur ngapak disebut sebagai 'adoh ratu cedhak watu' (jauh dari raja dan deknganbatu), yang artinya mereka jauh dengan rajanya baik secara geografis maupun interaksi kebudayaan.  

Aksen ini membuat bahasa Ngapak terkesan kasar dan tidak menaruh rasa hormat. Lain seperti bahasa Jawa Yogyakarta yang terkesan halus dengan unggah-ungguh yang telah diatur. Justru bahasa ngapak seperti Banyumasanlah yang disebut sebagai bahasa Jawa yang masih murni. Ngapak masuk ke dalam Jawadwipa, atau ngoko lugu. Dalam kesusastraan Jawa, bahasa Banyumasan dianggap sebagai bahasa Jawa murni.

akhir akhir ini penulis merasakan sesuatu yang cukup berbeda, saat pulang merantau dari jakarta saya cukup kaget, betapa tidak ternyata anak anak balita berbicara bahasa sehari hari dirumah tidak menggunakan bahasa ngapak lagi melainkan dengan bahasa indonesia. memang bahasa indonesia adalah bahasa persatuan tetapi dalam pergaulan sehari hari dilingkungan rumah harusnya mereka menggunakan bahasa ngapak, yang dikhawatirkan adalah karena terlalu sering menggunakan bahasa indonesia menjadi lupa bahasa daerah walaupun bahasa ngapak bukan termasuk bahasa yang terancam punah namun alangkah baiknya jika menggunakan bahasa ibu, bahasa daerah sendiri disamping menggunakan bahasa indonesia sebagai bahasa persatuan, karena jika dibiarkan terus terjadi ini bisa jadi titik awal mulai berkurangnya penutur dan pengikisan identitas masyarakat itu sendiri di tengah arus globalisasi yang semakin cepat, bukankah indonesia itu bhinneka tunggal ika berbeda beda tetapi tetap satu tidak perlu minder menggunakan bahasa ngapak karena jika bukan kita orang ngapak yang mengucapnya ciapa lagi,mari jaga bahasa kita, ora ngapak ora kepenak!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun