Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tanya Terlupakan di Indonesia Development Forum (IDF) 2019

22 Juli 2019   22:41 Diperbarui: 23 Juli 2019   11:24 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembukaan IDF 2019 [Republika.co.id]

Kita tahu, revolusi industri 4.0, seperti halnya 1.0 hingga 3.0 selalu berdampak pertama-tama terhadap dunia kerja. Makanya saya tak begitu peduli jika ada yang mulai memperkenalkan istilah revolusi industri 5.0. Selama tak mempengaruhi perubahan di dunia kerja, istilah itu cuma genit-genitan kaum intelektual. Suatu temuan teknologi jadi tonggak revolusi industri jika ia berdampak mengubah wajah industri, terutama wajah moda produksinya atau setidaknya moda pengupahan, mengubah relasi kerja.

Revolusi industri 1.0 yang dipicu penemuan mesin uap berdampak pada proletarisasi kaum tani dan penghancuran gilda-gilda. Kaum tani yang tanah pertaniannya berubah jadi lahan peternakan dan perkebunan milik pabrik, pemasok bahan baku industri tektil---sebab oleh mesin uap, kian besar volume produksi dan pemasaran tekstil---membanjiri kota sebagai imigran pencari kerja. Para pengarjin atau pekerja mandiri artisan gulung tikar sebab kalah efisien melawan pabrik, beralih menjadi buruh.

Pada revolusi idustri 2.0, penemuan listrik (juga minyak dan gas) mendorong ditemukannya organisasi kerja fordisme. Untuk menghasilkan satu jenis barang, buruh dibagi ke dalam unit-unit. Untuk bikin selembar kaos kerah misalnya, buruh terbagi atas bagian penggambar pola, bagian gunting kain, bagian jahit bidang utama, bagian jahit kerah, bagian jahit lengan, bagian yang menyatukan itu semua, dan seterusnya hingga bagian pengemasan.

Fordisme adalah akar kapitalisme Amerika Serikat jaya gilang-gemilang meninggalkan Eropa di belakangnya. Namun fordisme juga memukul habis kebutuhan akan pekerja terampil. Fordisme tak butuh tukang jahit. Siapapun bisa bekerja di industri konveksi, sebab yang dituntut dari seorang buruh hanya kemampuan menggerakkan jemarinya untuk memasang kancing. Urusan sebelum dan setelah itu diserahkan ke buruh-buruh di bagian lain. "Pasang kancing" saya pakai sebagai metafor untuk semua jenis pekerjaan teknis parsial, hanya berperan sekian persen dari total usaha yang dibutuhkan untuk mengasilkan satu barang utuh.

Revolusi industri 3.0 giliran menghantam porsi yang cukup besar dari para buruh 'pasang kancing' itu. Banyak yang kehilangan pekerjaan sebab aplikasi komputer di pabrik-pabrik menggerakkan lengan-lengan baja menggantikan peran sederhana mereka.

Dari revolusi 1.0 hingga 3.0 selalu ada dislokasi (grup atau jenis pekerja tertentu yang terlempar keluar dari rantai penciptaan nilai) tetapi sekaligus muncul jenis-jenis pekerjaan baru. Dari perombakan dalam lapangan penciptaan nilai tambah, perubahan besar merambat ke aspek kehidupan lain, termasuk sosial-politik (lahirnya partai buruh dengan beragam ideologi, meningkatnya jenis kejahatan kerah biru, tuntutan perempuan akan kesetaraan, berbagai ekspresi budaya tandingan, dan lain-lain dan sebagainya). Intinya beragam aspek kehidupan masyarakat berubah drastis, mengalami loncatan, disruptive.

Demikian pula halnya dengan revolusi industri 4.0.

Saya tidak akan jauh-jauh bicara tentang rebutan job antara manusia dengan kecerdasan buatan. Saya bicara yang dekat dengan kita dan sudah dialami oleh begitu banyak orang Indonesia: crowdsourcing.

Sebelum lebih jauh, saya perlu tambahkan sedikit informasi atau mungkin lebih pas disebut pandangan. Jangan berpikir perkembangan teknologi, penemuan-penemuan itu kenyataan yang mandiri terhadap kepentingan manusia berproduksi. Jangan sangka, penemuan-penemuan itulah tenaga penggerak kapitalisme. Justru sebaliknya, penemuan-penemuan itu didorong oleh kepentingan agar biaya produksi kian efisien, berdampak pada rate of profit membesar.

Kepentingan menjaga atau meningkatkan rate of profit inilah pendorong utama kapitalisme menjadi sedemikian inovatifnya. Kepentingan akan rate of profit iniah yang membuat satu inovasi di daerah terpencil dalam waktu cepat direplikasi hingga tiba-tiba sudah menjadi wajah dunia. Kelak, dalam kesempatan lain, akan kita bahas lebih serius dan dalam soal hubungan antara inovasi dan kapitalisme. Kini kita kembali ke kecemasan kita.

Jadi bukan perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi (revolusi 4.0) yang melahirkan crowdsourcing. Sebaliknya kebutuhan akan bentuk-bentuk relasi pengupahan baru, yang lebih efisien, yang meningkatkan rate of profit, bahan bakar bagi perkembangan perkembangan pesat teknologi informasi sehingga crowdsourcing sebagai bentuk relasi pengupahan baru bisa sedikian cepatnya berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun