Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau, membentang dari Sabang hingga Merauke. Sekitar dua pertiga wilayahnya adalah laut, dengan luas 5,8 juta km dan garis pantai hampir 95.000 km. Letak strategis di antara dua samudera dan dua benua membuat Indonesia kaya potensi maritim yang luar biasa. Salah satu kekayaan utama adalah perikanan tangkap. Bukan cuma sumber pangan, tapi juga membuka lapangan kerja, mendukung ekspor, dan mendorong ekonomi lokal. Menurut KKP 2023, potensi tangkapan laut Indonesia bisa mencapai 12 juta ton per tahun, tapi belum sepenuhnya dimanfaatkan karena jumlah kapal terbatas dan pengelolaan belum optimal.
Beberapa wilayah super produktif kekurangan kapal, sementara yang lain malah berlebihan. Solusinya? Strategi alokasi kapal yang cerdas, misalnya dengan pemrograman dinamis deterministik, agar kapal difokuskan ke daerah paling produktif. Hasilnya: produksi meningkat, potensi laut termanfaatkan maksimal, dan keuntungan finansial bertambah. Selain ekonomi, keberlanjutan lingkungan tetap penting. Ekonomi biru (blue economy) menekankan pemanfaatan laut secara bijak, menjaga ekosistem, sekaligus membuka peluang investasi berkelanjutan.
Dengan pengelolaan yang tepat, laut Indonesia bisa jadi motor ekonomi masa depan. Dari kapal nelayan hingga hasil tangkapan, semua bisa dioptimalkan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat pesisir dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Studi Kasus:
Sumatera Utara memiliki 33 kabupaten/kota dengan tingkat produktivitas perikanan tangkap yang berbeda-beda. Tantangan utama: kapal laut terbatas, hanya 50 unit, dengan asumsi maksimal 10 kapal per kabupaten. Masalah ini diselesaikan dengan pemrograman dinamis deterministik, di mana alokasi kapal dilakukan bertahap dan saling memengaruhi antar kabupaten.
Berdasarkan data produksi laut 2021, beberapa kabupaten unggul dalam produktivitas per kapal:
Sumatera Utara (36,673 ton per kapal)
Tapanuli Tengah (6,442 ton per kapal)
Asahan (4,353 ton per kapal)
Batu Bara (4,064 ton per kapal)
- Deli Serdang (3,781 ton per kapal)