Di suatu hari saat libur peralihan dari SMA ke kuliah, saya dan sahabat saya membuat janji untuk makan siang dan jalan-jalan bersama. Waktu itu memang keadaan pandemi COVID-19 sudah membaik, makanya kami memutuskan untuk bertemu secara tatap muka setelah terakhir kami bertatap muka di kelas 1 SMA. Kami janjian untuk bertemu dan makan siang di salah satu restoran all you can eat di Surabaya.Â
Kebetulan restoran all you can eat yang kami tuju juga menyediakan peralatan untuk kami memanggang daging secara mandiri dan tentunya ada alat untuk menghisap asap.Â
Di tengah-tengah obrolan, teman saya berkata jika di meja sebelah terdapat orang merokok. Saya pun terkejut karena di dalam restoran tersebut sudah terdapat tanda larangan merokok.Â
Teman saya menyuruh saya untuk melihat meja sebelah, ternyata benar ada pasangan yang menyalakan rokok sambil mengobrol. Lalu saya memastikan teman saya apakah dia baik-baik saja, mengingat dia juga mengidap asma. Dia merasa sesak napas dan akhirnya kami langsung membayar tagihan kami dan keluar dari restoran tersebut.
Lalu pada saat saya menjalani masa pengenalan kampus, kami para mahasiswa baru diberi tahu bahwa lingkungan kampus merupakan kawasan tanpa rokok.Â
Di acara silaturahmi orang tua mahasiswa baru dengan pimpinan universitas juga ditekankan kalau universitas tidak memberi toleransi terhadap rokok di lingkungan kampus. Bahkan di gerbang masuk kampus pun bisa ditemui papan yang menyatakan larangan merokok di lingkungan kampus.Â
Namun pada kenyataannya, saya masih ada menemui orang merokok di lingkungan kampus, tidak jarang perokok tersebut adalah seorang mahasiswa. Ironis sekali, bukan?
Larangan merokok tentunya dibuat untuk melindungi orang non perokok dari paparan asap rokok. Menurut WHO, nikotin yang terkandung di dalam tembakau sangatlah adiktif dan merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler dan pernapasan serta lebih dari 20 jenis atau subtipe kanker.Â
Mungkin para perokok sudah bosan mendengar peringatan seperti ini ya, namun mari kita lihat apa dampak asap rokok terhadap orang yang bukan perokok (perokok pasif). Healthline mengatakan bahwa perokok pasif juga berisiko untuk mengidap penyakit yang sama dengan perokok aktif.Â
Dampaknya juga akan menjadi lebih parah terhadap anak-anak. Wanita hamil yang terpapar asap rokok juga berisiko untuk melahirkan bayi dengan berat lahir yang rendah. WHO memperkirakan terdapat 1,2 juta perokok pasif yang mati setiap tahun dan 65 ribu anak-anak mati karena terpapar asap rokok.