Mohon tunggu...
Tiara Rizki
Tiara Rizki Mohon Tunggu... Freelancer - masih belajar

mahasiswi tingkat 2 yang mulai mencoba menyampaikan opini lewat sebuah tulisan

Selanjutnya

Tutup

Money

Apakah Kenaikan Harga Rokok Sudah Sesuai dengan Konsep Keuangan Publik?

22 Januari 2020   23:45 Diperbarui: 22 Januari 2020   23:52 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Salah satu penyebab kegagalan pasar yaitu eksternalitas. Eksternalitas merupakan dampak suatu aktivitas ekonomi terhadap pelaku ekonomi lain yang tidak terkait langsung dengan aktivitas ekonomi tersebut, yang menyebakan harga tidak mencerminkan proses produksi dan distribusi secara sempurna.

Karena mereka tidak membayar atau menerima kompensasi atas dampak tersebut. Terdapat eksternalitas negatif dan positif. Eksternalitas negatif yaitu dampak yang bersifat merugikan. Eksternalitas positif merupakan dampak yang bersifat menguntungkan. Berbicara eksternalitas negatif, konsumsi rokok merupakan salah satunya.

Rokok merupakan salah satu barang yang paling diminati terutama bagi kaum adam. Banyak negara yang melegalkan konsumsi rokok dan juga berusaha semaksimal mungkin agar setiap orang berhenti merokok demi taraf hidup dan kesehatan yang lebih baik. Kandungan di dalam rokok dan asap yang dihasilkan dari konsumsi rokok tidak hanya memperburuk kesehatan orang yang merokok, tapi juga mempengaruhi kesehatan orang lain yang menghirup asap rokok tersebut.

Orang yang merokok tidak membayar atau memberikan kompensasi ganti rugi kepada orang  yang menghirup asap rokoknya, begitupun sebaliknya. Dengan kata lain, dampak negatif dari konsumsi rokok dirasakan oleh orang-orang disekitar pengguna rokok dan kerugian yang dirasakan tidak diberi kompensasi. Oleh karena itu, mengkonsumsi rokok termasuk dalam eskternalitas negatif.

Kegagalan pasar yang disebabkan oleh eksternalitas negatif dari konsumsi di pasar rokok terjadi ketika, keuntungan marginal sosial lebih kecil dari keuntungan marginal perusahaan. keuntungan marginal sosial merupakan total keuntungan yang diterima masyarakat akibat dari tambahan konsumsi rokok orang lain dan keuntungan marginal perusahaan merupakan total keuntungan yang diterima oleh orang yang mengkonsumsi tambahan rokok.

Kemudian kuantitas optimum sosial yang lebih rendah daripada kuantitas pada ekuilibrium pasar kompetitif. Sehingga terdapat kelebihan konsumsi yang mengakibatkan terjadinya deadweight loss (biaya yang ditanggung masyarakat karena pasar tidak bekerja secara efisien).

Jika terjadi kegagalan pasar, pemerintah akan turun tangan langsung dengan melakukan intervensi ekonomi. Pemerintah melakukan intervensi ekonomi terhadap konsumsi rokok dengan cara pengenaan pajak cukai dan pembatasan kepada penjual dan pembeli terhadap harga dan kuantiti barangnya. Melalui pajak, akan menaikkan harga penjualan atau pembelian rokok.

Dibatasi kuantiti penjualan atau pembelian rokok. Dengan dikenakan pajak dan dibatasi penjualan dan pembelian rokok, diharapkan dapat mengurangi angka konsumsi rokok dan dapat memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat.  Teori pemerintah melakukan intervensi ekonomi ini, sejalan dengan kebijakan yang baru diterapkan mulai 1 Januari 2020 tentang kenaikan harga rokok. Kebijakan ini merupakan hasil rapat yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta (13/9/2019).

Kebijakan kenaikan harga rokok ditetapkan pada Oktober 2019 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dengan dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.010/2019 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK 146/2017. Berdasarkan kebijakan tersebut, rata-rata cukai naik 23 persen.

Rinciannya, tarif CHT Sigaret Kretek Mesin (SKM) naik sebesar 23,29 persen, Sigaret Putih Mesin (SPM) naik 29,95 persen, dan kenaikan Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan sebesar 12,84 persen. Dengan kenaikan cukai ini membuat harga jual rokok eceran juga naik ke angka 35 persen, begitu kata Ibu Sri Mulyani. Menurut Ketua Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), kenaikan cukai hasil tembakau dapat membuat harga rokok di tahun 2020 mencapai Rp 35.000 per bungkus.

Terdapat tiga alasan pemerintah melakukan kenaikan harga rokok menurut Menteri Kordinator Perekonomian, Darmin Nasution. Alasan pertama, kenaikan harga rokok rata-rata sebesar 23 persen hingga 35 persen dianggap wajar. Karena tahun lalu harga rokok tidak naik, jadi wajar kalau kenaikan harga rokok tahun ini lumayan tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun