Mohon tunggu...
Tia Ardina
Tia Ardina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sophrosyne 🌱

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0 : Apa yang Harus Dilakukan Para Pemuda?

30 Juli 2021   13:23 Diperbarui: 30 Juli 2021   16:11 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Virus corona telah membuat perubahan besar dalam pola pendidikan di dunia, tanpa terkecuali di Indonesia. Pendidikan yang selama ini dilakukan secara tatap muka, kini harus dilakukan secara jarak jauh (daring) dengan memanfaatkan berbagai teknologi yang semakin berkembang pesat. 

Proses pelaksanaan belajar mengajar secara daring menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa maupun guru. Kementerian Pedidikan dan Kebudayaan pun menyatakan bahwa standar pembelajaran yang dilakukan secara daring memang tidak bisa disamakan dengan kegiatan belajar mengajar secara normal. Hal itu terjadi dikarenakan berbagai faktor, seperti kurangnya kompetensi guru Indonesia yang dibuktikan dengan 60% guru di indonesia memiliki kemampuan yang buruk dalam penggunaan teknologi. Berdasarkan survei UNICEF pada Juni 2020 pada usia 14-24 tahun, sebanyak 69% merasa bosan belajar dari rumah. Selama belajar dari rumah para responden mengalami 2 tantangan, yaitu 35% kurangnya akses internet dan  38% kurangnya bimbingan guru.

Programme for International Student Assesment (PISA) yang merupakan survei untuk memberikan peringkat terhadap kualitas pendidikan negara di dunia. Sampelnya yaitu para siswa yang berumur 15 tahun keatas yang mengukur kemampuan membaca, matematika dan sains. Pada survei tahun 2018, Indonesia mendapatkan kategori rendah yaitu urutan 72 dari 77 negara untuk membaca, urutan 72 dari 78 untuk matematika, dan urutan 70 dari 78 negara untuk sains yang semuanya mengalami penurunan jika dibandingkan survei yang dilakukan pada tahun 2015. Selama 18 tahun semenjak Indonesia bergabung dengan PISA, kemampuan siswa Indonesia dalam hal literasi, matematika, dan berpikir secara ilmiah tidak mengalami banyak perubahan.

Hal itu diperkuat oleh Adamas Belva Syah Devara yang mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil riset dari seorang Profesor di Harvard, dihitung berdasarkan skor PISA, pendidikan di Indonesia tertinggal 128 tahun dari negara maju.

Kondisi tersebut menunjukkan stagnansi kualitas sistem pendidikan di Indonesia. Ditambah lagi dengan adanya virus corona yang semakin memperbesar ketertingalan pendidikan Indonesia dari negara maju. Adanya stagnansi kualitas pendidikan di Indonesia seharusnya menyadarkan kita bahwa terdapat hal yang kurang dalam sistem pendidikan kita.

Orang tua berharap agar anaknya mendapatkan pengajaran yang baik di sekolah, tetapi terkadang sekolah hanya membuat peserta didik pintar secara kognitif dan cenderung mengabaikan ranah afektif dan psikomotorik. Sehingga peserta didik dapat menjadi pintar, tetapi belum tentu menjadi baik (Megawanti 2015). Dan dunia kerja tidak hanya menuntut kepandaian, tetapi membutuhkan orang-orang kreatif dan mampu beradaptasi sesuai dengan perkembangan zaman.

Pendidikan yang relevan ialah yang mampu melahirkan orang-orang yang memiliki kompetisi sesuai dengan kebutuhan zamannya dan dapat bersaing secara global. Kunci utama untuk terwujudnya pembangunan berkelanjutan terutama dalam hal pendidikan tidak lain merupakan sumber daya manusia. Indonesia memerlukan orang-orang yang cerdas serta berbudi luhur (Suparmoko 2020). Dan pendidikan bukanlah sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru. Peningkatan pendidikan adalah tanggung jawab semua kalangan masyarakat, dan permasalahan pendidikan hanya dapat terselesaikan jika adanya kerjasama dari semua pihak. Tanpa terkecuali kaum pemuda. Para pemuda memiliki peran yang penting untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Berdasarkan sensus penduduk 2020, 25,87% dari 270,20 juta penduduk atau sekitar 69,9 juta penduduk indonesia merupakan kaum milenial (kelahiran 1981-1996) dan 27,94% atau sekitar 75,4 juta jiwa penduduk indonesia termasuk golongan Gen Z (kelahiran 1997-2012).

Sebagai agent of change, pemuda sudah seharusnya peduli terhadap masa depan negara Indonesia. Sebuah permasalahan dapat teratasi dan diperbaiki dari hal-hal terkecil. KI Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan harus dilakukan secara kontinyu, yang artinya bahwa pengembangan harus dilakukan secara terus-menerus dan dengan perencanaan yang baik. Disamping pemerintah tengah berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan program-program yang dibuatnya, para pemuda dapat menunjukkan kepedulian terhadap pendidikan di Indonesia yang dapat dimulai dari diri sendiri. Kemampuan untuk meningkatkan kualitas diri sendiri merupakan kunci dari permasalahan sistem pendidikan.

Indonesia menduduki peringkat ke-9 negara yang kecanduan sosial media dari 47 negara yang dianalisis. Dan menurut We Are Sosial, waktu yang dihabiskan orang Indonesia untuk mengakses internet per hari rata-rata 8 Jam 52 menit.

Berhubungan dengan hal tersebut, ada baiknya dimanfaatkan para pemuda untuk dapat meningkatkan kualitas diri sendiri. Pada era serba digital ini, informasi dan pengetahuan dapat dengan mudah diakses oleh siapapun dan dimanapun. Sekarang, belajar bukan hanya bisa kita dapatkan dari bangku sekolah. Ada banyak pengetahuan yang bisa kita dapatkan hanya dengan bermodalkan smartphone dan kuota internet. Karena sangat banyak konten-konten bermanfaat yang dibuat oleh para konten kreator Indonesia. Dan hal itu dapat digunakan pemuda untuk meningkatkan skill yang akan dibutuhkan untuk memasuki dunia kerja dan bersaing secara global di masa depan.

Selain itu, para pemuda juga dapat bergabung menjadi relawan yang terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan. Selain dapat bermanfaat bagi orang banyak dan pendidikan di Indonesia, pemuda juga dapat melatih dan meningkatkan kemampuan diri serta pengalaman dengan menjadi relawan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun