Berawal dari keprihatinan, Daniel Horas Panjaitan, seorang Mahasiswa Universitas Medan, Jurusan Sastra Inggris Fakultas Satra, rela mengumpulkan minyak jelantah di kota Medan demi membiayai kuliahnya sekitar 4 tahun yang lalu.Â
Ayahnya yang seorang montir di salah satu bengkel alat berat di kota Medan sangat berat membiayai segala kebutuhan keluarga mereka dengan kondisi ekonomi yang pas pasan.Â
Hasrat Daniel Horas yang ingin Sarjana, meski berasal dari keluarga yang pas pasan, membuatnya rela bekerja sambil kuliah.
Singkat kata, usaha dimulai. Saya ajarkan bagaimana caranya mendapatkan pelanggan, bagaimana menangani pelanggan, apa yang harus dilakukan dan dipersiapkan, saban hari kami diskusikan baik lewat telpon ataupun dengan tatap muka.
Mentalitas yang baru beranjak dewasa dari remaja, saat pertama kali mengerjakan pengumpulan jelantah ini, tentulah sangat berat. Segala sesuatu di awal, Daniel merasa sangat berat dan sangat susah. Kami yang dibedakan oleh jarak, tentu juga mempengaruhi kualitas komunikasi.Â
Hampir setahun berlalu, jumlah pelanggan yang dia tangani tidak berkembang seperti yang diharapkan. Usut punya usut, tekanan psikologis terlalu berat menekan gerak dan langkahnya.
Tiga tahun yang lalu, dia datang ke Jakarta, jalan-jalan sekaligus belajar berbagai hal. Bagaimana memenangkan customer di lapangan.Â
Dari banyak hal yang kami diskusikan, satu yang saya ambil masalah yang paling utama ialah bahwa Daniel tidak bangga melakukan pekerjaan itu. Dia merasa malu dan masih merasa terpaksa melakukannya.
Saat itu saya katakan, apa yang mesti kamu malukan? Mana lebih malu kamu, putus sekolah karena biaya tidak ada. Daripada kamu mengangkat jelantah tetapi kamu bisa mendapatkan uang. Sekolahmu bisa lulus, uang sekolahmu bisa kamu bayar dengan baik.Â