Mohon tunggu...
Thito Rastria
Thito Rastria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Selalu berusaha untuk belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Bukan Musuh, Jauhi Penyakitnya Bukan Orangnya

12 Desember 2022   17:27 Diperbarui: 12 Desember 2022   18:11 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pita merah sebagai bentuk dukungan terhadap orang yang hidup dengan HIV (sumber: unsplash.com)

HIV (human immunodeficiency virus) merupakan virus yang berbahaya karena dapat menyerang dan melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia. Penyebaran HIV saat ini sudah melanda hampir semua provinsi di Indonesia. Kementrian kesehatan mencatat pada maret 2022, jumlah kumulatif ODHA di Indonesia mencapai 329.581 jiwa, dengan kumulatif pengidap AIDS sebanyak 131.417 jiwa.

ODHA merupakan singkatan dari Orang Dengan HIV/AIDS. Dengan kata lain, ODHA merupakan sebutan bagi mereka yang mengidap HIV/AIDS. Pada dasarnya ODHA memiliki hak yang sama dengan orang lain dalam kehidupan sosial. Namun ketika mendengar kata HIV, tak sedikit orang yang memiliki anggapan buruk tentang pengidapnya, karena terdapat stigma yang menghubungkan seseorang yang terinfeksi HIV dengan nilai-nilai negatif atau telah berperilaku buruk atau menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Orang yang sudah terinfeksi HIV tidak akan bisa sembuh atau akan mengidap virus HIV seumur hidupnya. Namun saat ini perkembangan virus HIV dapat dihambat dengan ARV (Antiretroviral). Dengan mengonsumsi obat ARV secara tepat dan teratur dapat meningkatkan dan membangun kembali sistem imunitasnya. Bahkan dengan rutin meminum obat ARV ini bisa menekan HIV hingga tidak terdeteksi, namun virus tersebut akan tetap ada seumur hidupnya. Mengonsumsi obat ARV merupakan satu-satunya jalan agar ODHA dapat bertahan hidup.

ODHA memiliki ketergantungan dengan obat ARV, apabila ODHA meminumnya secara rutin maka akan meningkatkan kualitas dan kelangsungan hidupnya. Karena dengan sistem imunitas yang membaik, tubuh akan dapat mengatasi infeksi sehingga dapat mencegah atau memperlambat keganasan virus ini menjadi AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS merupakan kondisi dimana HIV sudah pada tahap stadium akhir, dimana tubuh sudah tidak mampu untuk melawan infeksi yang ditimbulkan.

Diskriminasi terhadap ODHA merupakan hal yang nyata. Terdapat stigma buruk terhadap ODHA yang dapat ditemukan dalam berbagai tingkatan, seperti masyarakat, institusi, dan bahkan keluarga. Stigma buruk yang menempel pada  ODHA menyebabkan adanya penolakan dari masyarakat, seperti dikucilkan karena keberadaannya dianggap membahayakan lingkungan sekitar.

Baru-baru ini terjadi perlakuan diskriminatif terhadap anak sekolah yang memiliki HIV di Kota Malang. Hal itu diungkapkan oleh Rica Wanda, Perwakilan Jaringan Lintas Isu Malang Raya pada saat melakukan aksi damai di depan Balai Kota dan DPRD Malang. "Di Kota Malang masih ada anak sekolah yang status HIV/AIDS-nya diketahui oleh wali murid dan gurunya, bahkan oleh gurunya tidak boleh ambil air wudhu" ujarnya seperti dikutip, Sabtu (03/12/2022).

Mengapa dapat terjadi diskriminasi terhadap ODHA? Menurut penulis, hal ini disebabkan karena kesalahan persepsi mengenai cara penularan HIV yang berkembang dalam masyarakat. Masih banyak masyarakat yang masih belum mengetahui cara penularan HIV dan beranggapan HIV dapat menular melalui kontak fisik. Padahal faktanya HIV tidak dapat menular dengan melakukan kontak fisik dengan pengidapnya, HIV hanya dapat menular melalui hubungan intim, tranfusi darah, jarum suntik, menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan tubuh tersebut (Prayuda, 2015).

Pada dasarnya ODHA sudah mengalami tekanan akibat berjuang melawan penyakitnya. Adanya stigma dan diskriminasi yang dilakukan masyarakat akan berpengaruh terhadap kesehatan ODHA. Stigma tersebut akan mempengaruhi psikis psikis pengidapnya sehingga akan memperburuk kondisinya dan akan memperbesar potensi kematian ODHA (Ahdiany et al., 2017).

Adanya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA juga akan berdampak besar terhadap program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Populasi berisiko akan merasa takut untuk melakukan tes HIV karena memiliki kekhawatiran apabila reaktif maka akan dikucilkan oleh lingkungan sekitar. Sehingga ODHA memiliki kecendrungan takut untuk mengungkapkan status HIV dan bahkan menunda untuk berobat. Hal ini tentunya akan berdampak pada menurunnya tingkat kesehatan mereka dan penularan HIV semakin tidak dapat dikendalikan.

Lantas bagaimana cara yang baik dalam menyikapi keberadaan ODHA di kehidupan masyarakat? Menurut penulis, masyarakat umum harus mengetahui keberadaan dan cara penyebaran HIV. Edukasi mengenai penularan HIV perlu dilakukan pada seluruh wilayah di Indonesia agar tidak lagi terjadi kesalahan persepsi mengenai cara penyebaran HIV. Pencegahan mengenai HIV/AIDS harus tetap di jaga, namun tidak dengan cara menjauhi pengidapnya.

Dukungan sosial yang diberikan masyarakat kepada ODHA sangat berpengaruh terhadap optimisme semangat hidup ODHA. Dengan menerima ODHA di lingkungan masyarakat akan membuatnya tidak lagi merasa tertekan dan ketakutan, sehingga ODHA menjadi lebih tenang dalam menjalani kehidupannya dan menerima dengan lapang dada kondisinya saat ini. Dengan adanya jalinan hubungan yang baik antara ODHA dengan masyarakat lain yang tidak terinfeksi HIV, pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS akan lebih terkendali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun