Mohon tunggu...
Politik

Konferensi Iklim PBB di Bonn

19 November 2017   19:25 Diperbarui: 19 November 2017   19:45 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertemuan ini dihadiri oleh 200 negara, dan pada pertemuan ini Negara Negara berusaha menekan GRK (Gas Rumah Kaca). Pertemuan ini diadakan pada tanggal 6 November 2017 dan telah mencapai kesepakatan dan berakhir pada tanggal 17 November 2017. Pertemuan ini diadakan 2 tahun sekali dan perlu diketahu bahwa negara Amerika Serikat pernah mengikuti pertemuan ini tahun 2015 pada masa pemerintahan Barrack Obama tetapi sekarang Amerika munudr dari pertemuan ini atas perintah Donald Trump.  

Pertemuan ini digelar setiap tahun dengan dihadiri para penandatangan Kerangka Konvensi mengenai Perubahan Iklim PBB (United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) -yaitu kesepakatan untuk menetapkan batasan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) ke atmosfir bagi tiap negara.

Digelar secara bergiliran, Indonesia -yang meratifikasi konvensi sejak awal- terpilih sebagai presiden COP menjadi tuan rumah tahun 2007 dengan menggelar COP 13 di Bali. Pada saat itu lahirlah konsep REDD atau reduksi emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan perusakan hutan, yang terus bergulir dan berkembang sampai saat ini.

Awalnya adalah Protokol Kyoto tahun 1997, yang menetapkan kewajiban yang mengikat di kalangan negara-negara maju untuk mengurangi emisi GRK dalam periode 2008-2012.

Kemudian tahun 2010, di Cancun, Meksiko, disepakati bahwa pemanasan global harus ditekan di bawah dua derajat Celcius (2'C), yang relatif sesuai dengan suhu pada masa praindustri.

Image caption Negara-negara peserta sepakat menjaga ambang tasa kenaikan suhu Bumi 2'C dan berupaya menekan hingga 1,5'C

Sedang Kesepakatan Iklim Paris menegaskan agar negara-negara dunia berkomitmen menjaga ambang batas kenaikan suhu Bumi di bawah dua derajat Celcius (2'C) itu dan berupaya menekan hingga 1,5'C. Untuk itu maka masing-masing negara juga terikat agar mengurangi emisi pada tahun 2020 sesuai dengan komitmennya.

Dampak dari perubahan iklim atas kenaikan permukaan laut dan meningkatnya frekuensi dan kekuatan badai siklon saat ini saja dianggap amat berpengaruh pada negara pulau-pulau kecil.

Fiji, misalnya, menderita kerugian besar akibat Badai Winston pada Februari 2016, dengan menyebabkan kematian 44 orang, 40.000 rumah rusak, dan sekitar 350.000 penduduk Fiji -atau 40% dari total populasi- terkena dampak badai.

Kerusakan prasarana dan putusnya komunikasi berlangsung sampai dua hari setelah badai reda dengan total kerugian diperkirakan mencapai US$1,4 miliar atau sekitar Rp. 18,9 triliun.

Sedangkan pada saat konferensi itu, Indonesia sangat mendukung pernyataan itu. Di dalam negeri, Indonesia mulai menyusun peraturan perundangan lingkungan pertama pada tahun 1982 dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup atau UULH 1982. Dan bukan hanya Indonesia saja yang mendukung melainkan semua Negara pun ikut mendukung tanpa ada pertentangan karena mereka sadar bahwa memang hal global warming ini telah mencapai tahap yang bserius dan ekstrim sehingga butuh penanganan secepat dan seefektif mungkin.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun