Latar Belakang Diskursus PPh Pasal 26: CFC dan Pembayaran kepada Wajib Pajak Luar Negeri
Globalisasi ekonomi dan peningkatan investasi lintas negara telah membawa implikasi signifikan terhadap sistem perpajakan internasional. Salah satu isu krusial yang muncul adalah bagaimana negara berdaulat mempertahankan hak pemajakannya atas penghasilan yang dihasilkan di wilayahnya, terutama ketika penghasilan tersebut melibatkan transaksi dengan pihak di luar yurisdiksi pajaknya. Dalam konteks Indonesia, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 memegang peranan penting dalam mengatur pemajakan atas penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN). Diskursus mengenai PPh Pasal 26 menjadi semakin kompleks dengan munculnya fenomena Controlled Foreign Corporation (CFC) dan aturan spesifik terkait pembayaran dividen, bunga, serta royalti kepada WPLN.
Praktik penghindaran pajak lintas negara melalui entitas CFC menjadi perhatian global. CFC, yang merupakan perusahaan yang didirikan dan dikendalikan oleh wajib pajak dalam negeri namun beroperasi di yurisdiksi dengan tarif pajak rendah, berpotensi digunakan untuk mengalihkan keuntungan dan menunda atau menghindari pembayaran pajak di negara pengendali. Hal ini menggerus basis pajak negara dan menciptakan ketidakadilan dalam sistem perpajakan. Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai implikasi CFC terhadap PPh Pasal 26 menjadi esensial dalam merumuskan kebijakan perpajakan yang efektif.
Selain isu CFC, aturan mengenai pembayaran dividen, bunga, dan royalti kepada WPLN juga merupakan aspek penting dalam PPh Pasal 26. Pembayaran lintas negara ini merupakan bagian integral dari transaksi ekonomi global. Negara sumber penghasilan (Indonesia) memiliki hak untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang timbul di wilayahnya dan diterima oleh pihak asing. Namun, mekanisme pemajakan ini perlu diatur secara jelas dan adil, dengan mempertimbangkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang mungkin berlaku antara Indonesia dan negara domisili WPLN.
Untuk memahami secara komprehensif diskursus PPh Pasal 26 terkait CFC dan aturan pembayaran kepada WPLN, pendekatan 2W 1H (What, Why, How) dapat menjadi kerangka analisis yang efektif. Pendekatan ini memungkinkan kita untuk mengidentifikasi objek pajak dan mekanisme pemajakannya (What), memahami latar belakang dan tujuan dari regulasi tersebut (Why), serta menelaah cara implementasi dan implikasi praktisnya (How).Â
Diskursus PPh Pasal 26 dan Controlled Foreign Corporation (CFC)
What (Objek dan Konsep Dasar):
Isu utama terkait CFC dalam konteks PPh Pasal 26 berkisar pada perlakuan pajak atas penghasilan yang diperoleh oleh entitas CFC di luar negeri yang dikendalikan oleh wajib pajak dalam negeri. Pengendalian ini umumnya diukur melalui kepemilikan saham, hak suara, atau kemampuan untuk mengendalikan kebijakan operasional dan keuangan perusahaan. Penghasilan CFC yang menjadi sorotan biasanya adalah penghasilan pasif, seperti dividen, bunga, royalti, dan keuntungan dari transaksi keuangan. Tanpa adanya aturan CFC yang spesifik, penghasilan ini berpotensi tidak dikenakan pajak di Indonesia hingga didistribusikan sebagai dividen kepada pemegang saham di dalam negeri, yang mungkin terjadi dalam jangka waktu yang lama atau bahkan dihindari sama sekali.
Why (Latar Belakang dan Tujuan Regulasi):