Setelah Yesus turun dari bukit, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata: "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku." Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: "Aku mau, jadilah engkau tahir." Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya. (Matius 8:1-3)
Kompasianer yang terkasih, setelah Matius memaparkan pengajaran Tuhan Yesus dalam pasal-pasal sebelumnya dengan takjubnya orang banyak karena Ia berkuasa dan pengajaran-Nya berbeda dengan ahli-ahli Taurat (Matius 7:28-29), sekarang Matius menceritakan sebagian dari mujizat-mujizat yang diperbuat-Nya. Dari mujizat-mujizat yang diperbuat-Nya, Matius sedang membuktikan bahwa Yesus bukan sekadar Guru dan Nabi yang datang dari Allah, tapi Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang berkuasa, termasuk menyembuhkan orang-orang sakit. Dalam kesaksiannya Matius menunjuk pada peristiwa pentahiran seorang yang sakit kusta sebagai bukti kuasa Yesus, Anak Allah yang hidup.
Kusta dari teks Ibrani sara'at, dari teks Yunani lepra, sejenis penyakit kulit. Di masa kini, penyakit kusta atau lepra sudah dapat disembuhkan dengan pengobatan medis. Namun di zaman dahulu, khususnya dalam Perjanjian Lama, penyakit kusta dipandang sebagai tanda khusus dari Allah akibat dosa yang dilakukan seseorang. Penderita kusta dipandang sebagai orang najis, harus hidup terpisah dari komunitas sosial maupun religius, oleh sebab itu ia butuh pentahiran atau penyucian dari Allah. Bagi orang Yahudi, hanya Allah yang bisa menyembuhkan kusta, oleh sebab itu penderita kusta diserahkan ke dalam pengawasan para imam untuk melihat apa yang akan dilakukan Allah kepada si penderita (lihat Imamat 13-14).
Kisah tentang seorang yang sakit kusta yang ditulis Matius dapat dibaca juga dalam Markus 1:40-45 dan Lukas 5:12-16. Mari kita simak kisah ini sebagai pelajaran bagi kita semua. Apa yang dilakukan oleh si penderita kusta ketika ia tahu Yesus ada di situ? Pertama, ia datang kepada Yesus, lalu sujud menyembah-Nya (ayat 2). Kedua, ia memohon kiranya Yesus bersedia untuk mentahirkannya (ayat 2). Apa respons dari Yesus? Ia besedia dan mengulurkan tangan-Nya serta menjamah orang itu, lalu berkata: "Aku mau, jadilah engkau tahir."Â Apa yang terjadi? Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya! (ayat 3) Di sinilah Matius menunjukkan, bahwa Yesus adalah Allah karena hanya Allah yang sanggup mentahirkan kusta dari seseorang. Ingat, kusta di sini bukan sekedar penyakit kulit, namun menunjuk kepada dosa dari si penderita. Dan tentu saja hanya Allah yang berhak untuk mengampuni dosa seseorang.
Pelajaran apa yang kita dapatkan dari kisah ini? Pertama, Yesus tidak pernah merasa terganggu dengan kedatangan seseorang yang datang kepada-Nya. Kedua, Yesus tidak pernah menolak seseorang yang memohon pertolongan-Nya. Ketiga, Yesus mengadakan mujizat karena Ia mau, kehendak-Nyalah yang terjadi. Keempat, Yesus mentahirkan, bukan sekedar menyembuhkan, karena tahir artinya pulihnya seseorang dari kenajisan akibat dosanya kepada Allah. Berkenannya Yesus untuk mentahirkan orang itu karena tergerak hati-Nya oleh belas kasihan (Markus 1:41). Pentahiran kusta oleh Yesus menunjukkan kesembuhan dan pemulihan total secara fisik, sosial dan spiritual.
Demikian juga dengan kita, semua dosa kita menghasilkan kerusakan hubungan kita dengan Allah dan sesama, namun oleh belas kasihan-Nya kita telah diampuni di dalam Yesus Kristus sehingga kita sekarang hidup dalam damai sejahtera dengan Allah (Roma 3:23-26; 5:1-11). Sebagaimana yang diminta oleh orang kusta di atas, demikianlah kita meminta yang terpenting kepada Tuhan yaitu pentahiran dari segala dosa karena dosa itulah penghalang doa-doa kita sehingga menghalangi berkat-Nya datang kepada kita (Yesaya 59:1-2). Amin, Tuhan Yesus memberkati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI