Konser bertajuk Berdendang Bergoyang yang semula digelar selama tiga hari dari Jumat (28/10) hingga Minggu (30/10), terpaksa dihentikan polisi dan di hari terakhir tidak diperbolehkan beraktivitas. Hal ini dikarenakan jumlah pengunjung yang terlalu banyak dan menimbulkan kericuhan. Panitia juga meminta maaf dan berjanji akan mengembalikan 100 persen tiket (republika.co.id, 30/10/2022).
Saat kericuhan merajalela, seorang perwira baru turun tangan, mengakhiri konser bernyanyi dan goyang. Penonton saling dorong hingga banyak yang pingsan.
Pihak berwenang seharusnya mengantisipasi kejadian tersebut, terutama karena penjualan tiket ditemukan melampaui batas. Selain itu, acara tersebut juga dibarengi dengan kemaksiatan - konsumsi minuman keras (miras). Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Komarudin menyebut pihaknya tengah mendalami indikasi minuman keras (miras) di konser 'Berdendang Bergoyang' tersebut (tvonenews.com, 30/10/2022).
***
Ada fenomena yang menarik disini. Kita mengamati bahwa acara festival hijrah Surabaya yang sempat dilarang beberapa waktu lalu, acara Berdendang Bergoyang justru mendapat izin. Padahal, acara musik ini sarat dengan kegiatan ikhtilath (campur baur pria dan wanita) juga konsumsi alkohol.
Pemerintah harus hati-hati mempertimbangkan pro dan kontra dari penerbitan izin untuk jenis acara ini. Acara-acara yang jelas-jelas tidak membantu membentuk karakter generasi masa depan yang tangguh tidak boleh dibiarkan.
Sayangnya, inilah potret pemuda milenial dalam sistem kehidupan sekuler. Agama terpisah dari kehidupan duniawi. Kaum muda senang dengan gaya hidup yang hedonis. Kesenangan dunia menjadi hal utama. Slogan muda senang-senang, tua kaya raya sepertinya sudah mulai mendarah daging pada jiwa pemuda milenial. Agama tidak lagi boleh mengatur kehidupan mereka. Agama boleh jadi akan dipakai ketika menjelang usia senja.
Padahal, generasi muda adalah salah satu pilar peradaban. Ketika generasi muda memiliki pikiran cemerlang dan inovatif maka peradaban negara akan menjulang tinggi. Sebaliknya, jika generasi muda kacau, galau hanya suka hura-hura, maka akan mudah ditebak seperti apa peradaban bangsa di masa depan.
***
Islam sebagai agama paripurna jelas memiliki aturan terhadap pembinaan karakter generasi muda. Pertama-tama, mendorong orang tua untuk mendidik anak-anak mereka dalam ajaran Islam sejak mereka dalam kandungan. Sejak kecil, anak-anak telah mendengarkan Al-Qur'an untuk membiasakan diri mendengarkan ayat-ayat Allah dan kalimat-kalimat yang baik daripada menyanyikan lagu-lagu non-syariah.
Kedua, negara memperkenalkan kurikulum berdasarkan keyakinan Islam mulai dari sekolah dasar, menengah dan tinggi, berpegang pada ide-ide dan pola sikap islami. Kurikulum disusun dengan baik dan detail berpijak dari aqidah islam yang kokoh. Disinilah kawah candradimuka pembentukan karakter generasi islam bermula.