Ketika Ramadan biasanya kita saling jumpa. Malam hari kita berdiskusi sambil ngopi.
Hari Raya idul fitri telah menanti, apakah mungkin aku menjumpaimu lagi? Memohon maaf atas segenap khilaf.
Hanya sepucuk rasa yang mampu aku goreskan.Â
Kini aku harus berdamai dengan diri sendiri. Hanya bisa merindu dari jauh, cuma bisa merajuk dengan bujuk.
Menunggu diatas kursi bambu juga tak perlu. Karena engkau tak akan pernah kesitu.
Menyiapkan kopi juga tidak jadi. Karena engkau tak akan pernah bisa meneguk.
Cukup doa yang kau butuhkan bukan lagi harta apalagi mobil mewah. Cukup Al Fatihah yang aku kirimkan semoga sampai di rumahmu sekarang.
Wahai papa, beristirahatlah dengan tenang. Biarkan kami melanjutkan estafet kebijaksanaanmu.Â
Wahai papa, maafkan kami yang tercela dan banyak salah. Terima kasih untuk semuanya.
Mojokerto, 08 Mei 2021
"Menulis itu membangkitkan kenangan" The Architect