Mohon tunggu...
Inovasi

Humanisme

26 Mei 2017   22:17 Diperbarui: 26 Mei 2017   22:20 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Humanisme

Humanisme dalam garis besar artinya adalah pandangan yang menekankan martabat manusia dan kemampuannya. Manusia adalah makhluk bermartabat luhur dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan diri dan dengan kekuatan sendiri. Mengembangkan diri dan memenuhi kepatuhan sendiri maupun memenuhi kepenuhan eksistensinya menjadi paripurna juga salah satu arti dari humanisme itu sendiri . Humanisme telah tercantum dalam pancasila sila ke-dua “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Humanisme ini membuktikan bahwa manusia adalah makhluk yang special karena berbeda dengan mahkluk yang lain manusia memiliki kesadaran akan apa yang ia perbuat.

Humanisme lahir pada akhir abad ke-empatbelas dan berkembang di awal abad ke lima belas. Juga dilatar belakangi oleh abad pertengahan yang panjang di Eropa Barat antara tahun 500-1000, atau sering di sebut Zaman Kegelapan(The Dark Ages). Berbeda dengan sebelumnya humanisme yang lahir di abad ke-16 berbada dengan humanisme modern yang beraneka ragam. Akan tetapi, secara historis, humanisme merupakan segi husus dari gerakan kebudayaan renaisance yang berupaya untuk menyatukan kembali manusia pada alam semesta. Kebesaran manusia dihidupkan kembali, yang selama ini terkubur pada abad pertengahan. oleh karena itu, warisan filsadat klasik harus dihidupkan dan warisa abad pertengahan ditinggalkan, dimana pada waktu itu dihegemoni oleh agama. Jadi, sifat humanisme renaisance adalah anti agama.

Humanisme kerap disejajarkan dengan ateisme, sekularisme, atau bahkan filsafat Barat itu sendiri. Anggapan seperti itu tidak seluruhnya tepat, karena humanisme memiliki cakupan yang lebih luas dan dalam dari pada sekadar humanisme ateistis. Di sini dapat didaftar, misalnya, humanisme Kristiani, humanisme Islam, humanisme kultural, humanisme eksistensial-teistis, yang memaknai pentingnya kemanusiaan dan kehidupannya di dunia-sini tanpa mengesampingkan kepercayaan akan Tuhan. Kiranya justru kalangan-kalangan agama monoteislah yang paling getol memberi pengertian sempit itu karena mereka berangkat dari suatu kecurigaan terhadap pendekatan-pendekatan rasionalistis sebagai ancaman bagi iman akan wahyu ilahi. Kecurigaan ini tentu saja sama sesatnya dengan sikap-sikap ateistis yang mencurigai iman sebagai retardasi mental.

Berbeda lagi dalam pandangan Valla (seorang tokoh humanis) yang menolak superioritas agama atas manusia. Menurutnya, manusia berhak menjadi dirinya sekaligus menentukan nasibnya. Tujuan manusia adalah menikmati dunia dan bersenang-senang (hedonis ). Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa humanisme berarti harkat, harga diri,dan nilai dari masing masing individu dalam usahanya untuk menaikan kemampuan alamiah yang kita miliki secara penuh. Atau dalam artian sempit humanisme adalah perjuangan seorang individu untuk menjunjung tinggi kemampuan manusia secara bebas

Tak hanya berkaitan pada agama humanisme juga berkaitan dengan keidupan sehari hari. Contoh kasus yang sering kita jumpai adalah prespektif orang yang berbeda beda terhadap kita seringkali membuat kita minder dalam melakukan hubungan dengan sesama.con tohnya saja seperti kasus yang dialami oleh Mahasiswi “S”. Kesulitan Penyesuaian Diri Mahasiswi “S” dalam kehidupan kampus
 S, berusia 22 tahun, mahasiswi tingkat 1, mengalami ancaman DO. Dari hasil evaluasi 7 minggu pertama `ternyata nilai dari semua mata kuliah yang di ambilnya tidak memenuhi persyaratan lulus ke tingkat 2. PA memebritahu hal ini dengan tujuan dia bias mengejar nilainya, dengan belajar yang lebih alkif agar tidak terancam DO.

Dari hasil evaluasi 4 mata kuliahnya, S memperoleh 2 nilai C dan 2 nilai D. Dia sangat menyadari bahwa dia akan sulit untuk mendapat nilai yang baik untuk ke dua mata kuliahnya tersebut. Kenyataannya ini membuat S merasa sangat stress, hingga kadang dia merasa ingin bunuh diri, karena merasa takut gagal.
 Dalam pergaulan dengan teman2nya S selalu merasa minder. Ketika kuliah di kelas besar, dia selalu memilih duduk di barisan yang paling belakang dan dia jarang bergaul dengan teman2 seangkatannya. Dia selalu merasa dirinya kuno, karena menurutnya S selalu berpakaian yang tidak fashionable . Akibatnya S selalu menyendiri dan lebih senang berada di perpustakaan daripada bergaul dengan teman2nya.
 S lebih nyaman ketika m,asih duduk di bangku SMA, dimana kelasnya lebih kecil dan hubungan di antara siswa di rasakannya lebih akrab.
 S, merupakan anak ke 2 dari dua bersaudara (keduanya wanita). Kakaknya berusia 2 tahun lebih tua darinya, dan mempunyai prestasi akademis yang cukup “cemerlang” di fakultas yang sama. Walaupun orangtua tidak pernah membandingkan kemampuan ke dua anaknya, tetapi S merasa bahwa kakaknya mempunyai kelebihan di segala bidang, di bandingkan dengan dirinya.

Seperti yang kita lihat pada contoh kasus diatas terkadang pemikiran pemikiran tersebut hanya berdasarkan apa yang kita pikirkan akibat terlalu bernegatif thinking mengakibatkan hal yang tak kita inginkan terjadi. Ada pula contoh kasus lain adalah contoh kasus yang dialami oleh R.  Kasus yang akan saya tulis mengenai kasus Pasca Trauma. pada awalnya “R”memiliki seorang sahabat sekaligus kekasihnya. Lalu R mengalami kecelakaan sehinggadia kehilangan seseorang yang berarti baginya karena dirinya. Seketika R syok beberapa waktu karena dia tak dapat menghadirkan kembali sesuatu yang sudah tiada. Pada akhirnya R mengalami depresi, hingga trauma terhadap kendaraan, serta marah akan setiap perbuatannya, bahkan tidak dapat menerima keadaan sampai satu hari R ingin bunuh diri karena merasa dirinya sudah tidak ada gunanya lagi.

Subjek sangat marah hingga memutuskan berhenti berhubungan dengan orang lain di kehidupannya. Subjek menjadi lebih tertutup dari teman-temannya bahkan keluarganya. Subjek sangat merasa depresi dan shock hingga sangat membutuhkan banyak bantuan.Tidak hanya itu R merasa kejadian yang ia alami adalah kesalahan dirinya, dan menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi pada dirinya mengapa bukan dia yang meninggal saat itu. Terkadang prespektif prespektif kita yang salah berakibat fatal untuk kita sendiri.

Seperti yang dapat kita lihat dari kedua kisah di atas humanisme bisa berdampak positif dan juga negatif. Namun juga humanisme di indonesia masih perlu di tingkatkan karena seperti yang kita lihat kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya humanisme. Tak hanya pada si korban yang mengalami trauma atau bulling namun juga masyarakat sekitarnya karena lingkungan memiliki andil yang cukup besar bagi kehidupan seseorang. Dukungan yang di berikan kepada korban sangat membantu dalam kesembuhan mental korban itu sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun