Namanya Tri Rismaharini. Jabatannya walikota Surabaya. Kelahiran Kediri 54 tahun lalu ini pernah mengecap pendidikan di ITS, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya jurusan arsitektur. Jadi nggak percuma kalau ia menyabet sebagai walikota terbaik ketiga di dunia 2014 oleh The World Mayor Prize (WMP).
[caption id="attachment_349587" align="aligncenter" width="227" caption="repro: shadowness.com"][/caption]
Bu Risma, ia kerap dipanggil. Wanita yang galak kepada anak buahnya bila ngelantur dalam hal pekerjaan. Atawa nggak benar dalam menjalankan tugasnya. Tanpa tedeng aling-aling ia bias mencak-mencak di jalanan. Bila perlu menyemprot rekanan (swasta) yang nggak beres, kalau “merusak” Kota Surabaya yang terus didandaninya.
Ia pernah memulangkan 45 PSK dari Surabaya yang “bekerja” di Kota Buaya. Juga ikut menggerebek atawa merazia ABG mesum di diskotek. Plus menghardik habis-habisan pada tersangka penjual gadis ABG. Atawa memarahi Bonek ketika terjadi kerusuhan supporter di Gelora 10 November Tambaksari Surabaya. Sebuah tindakan “nekad”, kan? Namun ia bisa empati habis-habisan kepada (keluarga) penumpang saat pesawat AirAsia QZ8501 celaka di Selat Karimata dekat Pangkalan Bun.
Dari rangkaian sepak terjangnya itu, Bu Risma tetap bekerja. Sebagai walikota Surabaya saja. Meski ia sempat dimunculkan untuk menjadi calon wakil presiden, misalnya. Ia ingin menata Surabaya – kendati disebut sebagai Kota termacet ketiga setelah Jakarta di dunia. Baginya pengabdiannya itu amanah. Walau kadang membikin kuping merah bagi yang tak suka dengan tindakannya. Sebab, ia ingin tak memasuki wilayah politik. Yang kadang amat sangat licik tanpa memandang kawan, kecuali (untuk) kepentingan itu sendiri.
Catatan pendek ini, agar menjadi penanda. Bahwa ketika seseorang menjadi pemimpin, ia hanya mengabdi untuk rakyatnya. ***