Dalam era modern yang serba cepat dan dipenuhi oleh arus informasi digital, perilaku hedonisme semakin menonjol di tengah masyarakat. Hedonisme, yaitu pandangan hidup yang menempatkan kesenangan dan kepuasan pribadi sebagai tujuan utama, kini menjadi tren yang dianggap wajar, terutama di kalangan generasi muda.
Media sosial turut memperkuat budaya ini dengan menampilkan gaya hidup glamor, barang bermerek, hingga liburan mewah sebagai simbol kesuksesan. Akibatnya, banyak orang merasa terdorong untuk mengikuti gaya hidup tersebut demi mendapatkan pengakuan sosial.
Secara ekonomi, perilaku hedonis memiliki dua sisi. Di satu sisi, meningkatnya konsumsi dapat mendorong perputaran uang dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Industri hiburan, mode, dan gaya hidup menjadi berkembang pesat berkat permintaan tinggi dari konsumen.
Namun di sisi lain, perilaku konsumtif yang berlebihan dapat menciptakan ketidakseimbangan finansial. Individu yang terjebak dalam pola hidup boros seringkali mengabaikan tabungan, investasi, dan perencanaan keuangan jangka panjang. Akibatnya, daya tahan ekonomi rumah tangga menurun, bahkan dapat menimbulkan masalah sosial seperti hutang konsumtif dan ketimpangan ekonomi.
Jika tren hedonisme terus meningkat tanpa dibarengi kesadaran finansial dan nilai kesederhanaan, stabilitas ekonomi masyarakat bisa terancam. Oleh karena itu, pendidikan literasi keuangan menjadi sangat penting agar masyarakat mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Kesejahteraan sejati seharusnya tidak diukur dari seberapa banyak kesenangan yang dinikmati, tetapi dari kemampuan untuk hidup seimbang, mengelola keuangan dengan bijak, serta membangun masa depan ekonomi yang berkelanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI