Mohon tunggu...
teuku.muhammad nurdin
teuku.muhammad nurdin Mohon Tunggu... -

Sebagai guru sejarah yang suka membaca dan menulis apa saja yang berguna bagi semua.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tragedi Talangsari, Mesuji, dan Sodong: Cerminan Rendahnya Moral Birokrat

14 Desember 2011   18:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:16 2562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tragedi kemanusiaan senantiasa menghiasi wajah buruknya  birokrasi negara Indonesia ,mulai dari barat di Aceh hingga Papua rasanya belum bisa dilupakan oleh masyarakat kawasan itu,terutama rasa trauma yang masih senantiasa mengganggu keluarga para korban yang ditinggalkan.Berbagai pelanggaran Ham yang dilakukan oleh aparat keamanan di Aceh,seperti pembantaian terhadap Teungku Bantaqiyah dan santri di Beutoing Ateuh sampai sekarangpun belum truntas,meskipun ada pengadilan digelar waktu itu  namun karena saksi kuncinya kononnya kabur,maka peradilanpun asal-asalan saja. Dan banyak lagi pelanggaran semacam iotu di Aceh ketika daerah Aceh berstatus DOM,Darurat Sipil dan Darurat Militer yang hingga kinipun tidak jelas rimbanya.

Demikian halnya tragedi Talangsari ,suatu penyerbuan brutal terhadap sekolompok orang yang sedang melakukan suatu  pengajian yang juga menewaskan puluhan korban jiwa.Haur Kuneng,Tanjung Priuk juga mengalami nasib serupa ,bahklan mereka yang menjadi korban dipersalahakan dan di tuding sebagai kelompok yang merencanakan makar terhadap Indonesia ,sebagai negara salah satu yang terkorup di dunia.Berbagai masalah pelanggaran hak  asasi manusia itu tidak pernah diselesaikan dengan tuntas ,muncul lagi hal serupa dengan modus operandinya sama pula.

Aparat keamanan Indonesia yang tidak lagi dihormati oleh bangsanya sendiri,karena ulah beberapa oknumnya itu belum juga bisa mengubah karakteristiknya.Mereka dalam melaksanakan tugasnya sangat mudah menjadi aparat-aparat bayaran kelompok tertentu,untuk membantai rakyatnya sendiri yang tidak berdaya .Tragedi di Masuji,Sodong mengingatkan kembali kepada hal serupa di Talangsari ,Tanjung Priuk,Beutong Ateuh,Haur Kuneng ,Papua,Poso,Ambon dan sebagainya.Apakah mereka belum cukup menjadi suatu pembelajaran dari tragedi sebelumnya ,sehingga sifat kebiadabannya belum juga berubah.

Baik Polri maupun TNI masa lalu dengan sekarang kelihatannya belum banyak berubah,meskipun kononnya sudah mulai direformasikan dalam jajarannya .Tetapi karena proses perekruitannya masih sama,siapa yang banyak memberi maka ia juga yang banyak menerima sehingga prooduknya juga tidak berbeda.Kebrutalan tersebut juga terpacu oleh lambannya birokrasi dalam menindak lanjutnya ditambah kurang kordinasi hingga terkesan suatu"pembiaran"yang makin merangsang suatu kebiadaban  . Jika hal seperti itu terjadi,maka bisa dipertanyakan sudah serendah apakah moral aparat birokrasi  Indonesia ?

Untuk menghindari tuntutan hukum dari kebiadaban masa lalunya,maka mereka melancarkan  kampanye berupa simbol-simbol yang sering kita dengar "Lupakan masa lalu untuk melangkah kedepan".Padahal masa lalu sebagai pijaka bagi masa depan,dan sekiranya masa lalunya hitam maka masa depanpun sulit dirubah warnanya selain hitam itu sendiri.Tradisi masa lalu akan mewarnai kehidupan masa depan,sekarang kelihatannya masa lalu juga rejimnya kelam dan sekarangpun hanya luarnya saja seolah-olah bening,tetapi di dalamnya juga hitam pekat karena korupsi dan sebagainya.

Di depan isrtana,Sondang membakar dirinya samapai meninggal di rumah sakit lalu di papua seorang polisi juga mengikuti jejak Sondang hutagalung itu. Protes model Muhammad al Azizi Tunisia  yang menyulut gerakan revolusi Melati dan meruntuhkan rejim Zene El Abedin Ben Ali,lalu warga Mesir berhasil merobohkan tembnok kekuasaan Mubaraq.Revolusi juga merontokkan Ghaddafi,dan kini sedang melanda Basyar Al Assad .Nah apakah gerakan masyarakat Indonesia juga akan semakin kuat karena dimulai dengan rasa empatinya kepada Sondang itu, sehingga mahasiswa  yang tadinya hanya suka berkonflik sesamanya kemudian bersatu melawan kezaliman .


Fenomena ini semestinya pemerintah SBY perlu cepat tanggap dan segera coba menurunkan suhu yang sudah mulai meninggi tersebut,dengan upaya-upaya positif yang bisa menyentuh masyarakat luas.Bukan hanya suka mengeluh dan menyanyi yang tidak berarti apapun bagi bangsa Indonesia.Melihat febnomena sosial yang mulai muncul gejala-gejala sosial semacam itu.semestinya pemerintah bisa membaca tanda-tanda zaman,dan tidak perlu lagi membnetuk badan-badan atau satgas jika hendak menyelesaikan sesuatu.

Menyimak dialog"panas"di siaran TV One,Metro TV soal kekejaman di Mesuji dan Sodong yang terkesan para birokrasi Indonesia terkesan kurang serius dalam menanggapi berbagai masalah yang sesungguhnya sudah "darurat"itu. Semestinya masalah yang sudah dalam keadaan darurat ditanggapi pula secara darurat pula, bukan sebaliknya harus melalui proses birokrasi berbelit  yang  kontraproduktif  dengan tujuannya.Masalah darurat ditangani secara darurat pula,bukan secara lamban sehingga muncul masalah baru lagi. Karenanya tuntaskan segera berbagai masalah pelanggaran Ham tersebut,jika Belanda saja bisa mengentaskan masalah tragedi Rawa gede yang sudah 62 tahun masak Indonesia yang katanya negara Pancasilais ini enggak mau mengentaskan masalah pelanggaran Ham yang terjadi sekitar 10-20 tahun lalu.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun