Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Throwback Piknik Milenial Plus Ide Menggaungkan Borobudur Saat Pandemi

11 Mei 2021   22:28 Diperbarui: 11 Mei 2021   22:36 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jaman dulu, tahun sembilan puluhan study tour atau karya wisata anak sekolah tingkat SLTP dan SLTA khususnya dari daerah saya di Tasikmalaya dan Cianjur Jawa Barat gak keren kalau tidak ke Yogyakarta. Entah apa tujuannya, apakah sesuai dengan istilah study itu sendiri (belajar), atau cuma tour alias happy-happy. Tapi yang pasti jadi banyak anak yang merengek meminta orang tuanya supaya mengizinkan dan membiayai ikut study tour ini meski orang tuanya harus menjual ini itu dan bahkan cari utangan.

Salah satu destinasi wisata saat study tour yang selalu dikunjungi di Yogyakarta adalah Candi Borobudur. Termasuk sekolah tempat saya mengenyam pendidikan dulu menjadikan Candi Borobudur sebagai salah satu spot yang wajib dikunjungi.

Masih ingat saat perjalanan ke Yogya di dalam bus, ada yang iseng bertanya, lupa entah siapa yang pasti teman satu angkatan saya, buat apa ke Borobudur? Itu kan tempat pemujaan agama Buddha. Secara keseluruhan peserta study tour saat itu semuanya muslim.

Tidak ada yang bisa menjawab secara ilmiah. Jawaban asal yang saya dengar hanyalah ocehan alay, seperti biar bisa foto di candi terbesar di dunia itu, menikmati matahari tenggelam di Borobudur yang katanya indah, beli oleh-oleh dan cinderamata khas yang jadi kebanggaan kalau sudah kembali ke kampung. Itu saja.

Tidak sedikitpun terbersit pikiran untuk beneran study atau mempelajari terkait keberadaan monumen Buddha terbesar di dunia ini. Jadi jauh-jauh datang ke Candi Borobudur ya buat happy saja, bukan study.

Tidak heran kalau sekembalinya dari study tour itu, tidak banyak ilmu yang berhasil dibawa dari kokohnya bangunan megah peninggalan Dinasti Sailendra ini, selain miniatur Borobudur yang dijadikan gantungan kunci, atau kaos sablonan bergambar stupa, itupun kalau beli.

Saya sendiri, merasa tertampar dan menyadari sekarang ini --padahal sudah berkali-kali mengunjungi Candi Borobudur-- jika keberadaan Borobudur bukan hanya sebagai candi terbesar di negara kita, tapi situs ini juga sebagai sumber informasi penyebaran pusat musik dunia, setelah membaca banyak artikel terkait di soundofborobudur.org

Sebelumnya tidak pernah terpikirkan jika Borobudur menyimpan banyak cerita tentang peradaban kehidupan masa lalu, tidak hanya dari masyarakat lokal Nusantara yang saat itu terdiri dari sekumpulan kerajaan-kerajaan lokal, tapi juga peradaban dunia.

Dari mana kita bisa mengambil kesimpulan itu? Salah satunya dari gambar relief alat musik yang banyak tersebar di dinding-dinding candi Borobudur itu sendiri. Ada lebih dari dua ratus relief di Candi Borobudur yang menggambarkan lebih dari enam puluh jenis alat musik. Ya, alat musik yang sudah dipakai masyarakat saat itu. Jika Candi Borobudur diperkirakan dibangun sekitar 770 Masehi. Maka sudah bisa dipastikan alat musik yang ada pada gambar relief itu tentu lebih tua lagi usianya, bukan?

Pengetahuan menakjubkan ini jaman saya sekolah belum terjangkau. Seandainya saat study tour dulu sudah ditanamkan informasinya mungkin akan ada banyak media promosi dari mulut ke mulut (jaman saya sekolah kan belom ada sosial media) yang secara tidak langsung bisa menyebarluaskan informasi bahwa Borobudur pusat musik dunia. Kemungkinan besar Sounding of Borobudur dari masa ke masa itu sudah terjadi sejak generasi milenial?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun